Orideknews.com, BINTUNI, – Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat menggelar Reses III Tahun 2020, di Kampung Tofoi, Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni, Rabu (28/10/2020).
Pantauan media ini, Ketua MRP Papua Barat Maxsi Nelson Ahoren, Wakil Ketua I MRPB Macleurita Kawab, Pius Motombri (Anggota Pokja Agama), dan Rafael Sodefa (Anggota Pokja Adat) hadir pada Reses yang dilaksanakan di Balai Kampung Tofoi, sekira pukul 14.30 WIT hingga 17.30 WIT.
Reses ini juga diikuti ratusan masyarakat Adat di Kampung Tofoi dan dihadiri Kepala Kampung Tofoi Matias Dorisara, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Sumuri Tadius Fossa, tokoh masyarakat Adat, tokoh agama, tokoh perempuan, dan tokoh pemuda.
Sejumlah halpun jadi pembahasan MRPB bersama masyarakat, seperti kawasan Ekonomi Industri, Perlindungan Lingkungan Hidup, Pembangunan keberlanjutan, pemetaan wilayah adat, dan pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas (Migas).
Sahid Bauw, tokoh Masyarakat Adat mempertanyakan pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Papua Barat, karena selama Otsus berlansung masyarakat tidak mendapat.
Tokoh Agama, Pdt Edward Baransano menyampaikan apresiasi kepada MRPB, karena sudah bertemu masyarakat adat.
“Masyarakat adat sudah menolak Otsus di rapat dengar pendapat (RDP) yang dilaksanakan MRPB. Masyarakat tolak, katana Otsus gagal,”ujar Pdt Edward Baransano.
Marsela Inanosa, tokoh Perempuan mempertanyakan, harga penjualan tanah Adat kepada perusahan atau investasi yang melakukan aktivitas pengelolahan Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah masyarakat Adat.
“Kami masyarakat adat sumuri belum mengetahui berapa nilai penjualan tanah adat,”terangnya.
Inanosa juga menyebutkan, bahwa masyarakat Adat Sumuri sudah menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, tetapi tidak ada perhatian.
“Kami menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, tapi tidak pernah dijawab. Kami ini macak anak tiri di Kabupaten Teluk Bintuni,”tutur Marsela.
Tokoh Pemuda meminta, MRPB memperjuangkan DBH untuk pemilik hak ulayat di Tofoi.
Menanggapi penolakan Otsus, Ketua MRPB, Maxsi Nelson Ahoren mengatakan, mengenai Otsus, MRPB sudah melaksanakan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) MRPB bersama masyarakat Adat wilayah Doberai dan Bomberai.
“Dan masyarakat Adat dan berbagai komponen masyarakat sipil menolak Otsus jilid II,”kata Maxsi Nelson Ahoren, Ketua MRPB dihadapan masyarakat Adat.
Dikemukakannya, hasil RDP tentang Otsus yang dilaksanakan berapa waktu lalu, direncanakan akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada bulan November 2020.
Disamping itu, Maxsi Ahoren mengakui, MRP lahir karena UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001. Maka apabila Otsus ditolak oleh masyarakat Adat, berarti MRP dan DPR Otsus juga berakhir.
Berikutnya, Ketua MRPB menyebutkan, masyarakat Adat juga mengeluh terkait Pendidikan, Kesehatan, bantuan Perumahan, dan tenaga kerja medis.
“Kami tetap akan menindak lanjuti aspirasi masyarakat kepada pemerintah. Terutama kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Teluk Bintuni,”ujar Ahoren.
Rafael Sodefa, Anggota MRPB Pokja Adat menyampaikan, bahwa mengenai harga tanah meter persegi di wilayah tanah Adat Sumuri, MRPB akan menindak lanjuti kepada perusahan dan pihak terkait.
“Kami MRPB mendorong Perdasus DBH, dan sudah ada. Kami juga meminta kepada pihak perusahan, supaya hak masyarakat adat harus diakomudir. Dan semua perusahan yang mau masuk harus mendapat persetujuan dari lembaga adat,”tandas Sodefa. (ONE/ON)