Sebagai salah satu alumni sekolah-sekolah Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) di Tanah Papua saya memandang bahwa pendidikan di Tanah Papua telah lahir dan bertumbuh sejalan dengan peristiwa Pekabaran Injil sejak 164 tahun yang lalu (5 Februari 1855).
Hal ini ditandai dengan adanya kegiatan ibadah dan mempelajari isi kitab suci Alkitab yang dilakukan ketika itu oleh Ottow dan Geissler.
Ibadah dan pelajaran isi Alkitab tersebut dilakukan kedua zenseling tersebut bersama orang-orang asli Pulau Mansinam, yaitu suku Doreri yang berbahasa Numfor.
Ini tercatat dengan baik di dalam buku berjudul : Sepuluh Tahun Gereja Kristen Injili (GKI) Setelah Seratus Satu Tahun Zending Di Irian Barat. Buku ini ditulis oleh Ketua Sinode GKI yang pertama Pdt.F.J.S.Rumainum.
Sejauh pemahaman para zendeling dan pemrakarsa berdirinya GKI Di Tanah Papua kala itu bahwa pendidikan adalah pilar utama bagi bersemainya benih-benih Injil Kristus di Tanah Papua ke depan.
Hal ini sejalan dengan amanat agung dalam Injil Matius pasal 28 ayat 18, 19 dan 20. Bunyinya : “Kepada- Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikan lah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
Amanat tersebut dapat dipahami sebagai perintah untuk memberitakan Injil dengan menjadikan pendidikan sebagai batu penjuru utamanya di Tanah Papua.
Alasan inilah yang menyebabkan kemudian GKI Di Tanah Papua menerima penyerahan tanggung jawab penyelenggaraan tugas pendidikan Kristen dari Zending melalui pendirian sebuah yayasan (stichting : bahasa Belanda) yang diberi nama awalnya Yayasan Persekolahan Kristen (YPK) pada tanggal 8 Maret 1962 (57 tahun yang lalu) dan hari ini diperingati sebagai Hari YPK di Tanah Papua.
Jenjang pendidikan Kristen dimulai ketika itu dari tingkat dasar (SD) dan menengah pertama (SMP) serta menengah atas (SMA). Sayang sekali karena penyelenggaraan pendidikan sekolah-sekolah YPK di Tanah Papua sudah banyak tidak berjalan baik.
Bahkan ada sejumlah sekolah-sekolah YPK yang sudah diambil alih oleh Pemerintah Indonesia dan diganti namanya menjadi sekolah negeri atau inpres negeri.
Sebuah tantangan besar bagi YPK secara khusus dan GKI Di Tanah Papua secara umum. Karena pendidikan yang dahulunya dijadikan sebagai batu penjuru bagi pekerjaan pekabaran Injil Di Tanah Papua justru dalam konteks Papua hari ini justru mendapat posisi yang strategis dan proporsional.
Yaitu di dalam amanat pasal 56 UU RI No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Dimana posisi YPK sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi masyarakat sipil yang bertanggung-jawab dalam menjalankan kegiatan pendidikan atas dukungan pemerintah daerah di Tanah Papua melalui subsidi.
Menurut pandangan saya, sebagai salah satu Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua bahwa sudah saatnya YPK Di Tanah Papua hadir sebagai organisasi moderen yang mandiri dalam daya dan dana serta menejemennya, guna memajukan terus pendidikan Kristen secara khusus dan pendidikan pada umumnya bagi rakyat Papua di Bumi Cenderawasih yang Diberkati TUHAN sejak 164 tahun lalu itu. (***)