Orideknews.com, MANOKWARI – Warga pemilik hak ulayat di Distrik Kebar akhirnya, Kamis, (30/8/2018) resmi memalang kantor PT. Bintuni Agro Prima Perkasa.
Sekira pukul 14.30 WIT ratusan warga dengan menggunakan bambu yang sudah di sasi adat, memalang pintu masuk utama dan beberapa pintu masuk gudang.
Pemalangan perusahan itu dilakukan sesuai adat setempat dan didukung semua elemen, seperti MRPB, DPR Papua Barat, Pangdam XVIII/Kasuari, Presma Unipa, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua Barat, Dewan Adat Papua Wilayah III Domberay, lembaga bantuan hukum LP3BH Manokwari, Klasis Kebar, utusan BP AM Sinode di tanah Papua dan kepala suku turunan Medidoga dan Kepala suku Mekessa.
Pemalangan sasi adat di perusahan itu dilakukan sebelum pertemuan para pihak yang mendukung apa yang menjadi keinginan dan aspirasi masyarakat adat setempat.
Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Maxsi Nelson Ahoren datang dengan jajarannya seperti pokja Adat, pokja Perempuan dan pokja Agama dan menyatakan sikap memalang perusahan tersebut.
Sebelum lembaga kultur MRPB, DAP, LMA,DPR Papua Barat, Kodam Papua Barat dan pihak Gereja menyatakan sikap memalang perusahan itu, masyarakat adat lebih dulu menyatakan sikap bahwa tetap lakukan pemalangan perusahan dengan sasi adat.
“Pada intinya dari aspirasi kami sangat jelas bahwa perusahan sekarang juga dipalang dan segera angkat kaki dari tanah adat kami” tegas Kepala Suku AKK Hofni Ajoi saat membacakan pernyataan sikap.
Tak sampai disitu tetapi masyarakat adat meminta aparat yang lakukan pengamanan di perusahan agar tarik diri keluar karena masyarakat menjadi korban.
Usai membacakan pernyataan sikap dan menyerahkan kepada MRPB. Secara tegas semua pihak yang hadir ditengah masyarakat mendukung apa yang menjadi keinginan masyarakat adat setempat.
“Kami mendukung pemalangan perusahan oleh masyarakat adat setempat, sebab secara prosedural masyarakat dirugikan dari sejak perusahan itu masuk beroperasi,” tegas Ahoren.
Tidak hanya itu, semua elemen yang peduli kepada masyarakat adat Tambrauw karena hutan adat mereka dirampas dan dirusak, maka secara tegas mereka sepapakat menutup perusahan dan memproses perusahan ke jalur hukum.
Setelah masing- masing nyatakan sikap di kampung Arumi Distrik Kebar Timur, pihak dari tokoh adat masyarakat, MRPB, LMA, pihak gereja, kepala suku turunan Medidoga dan kepala suku Mekessa serta tokoh adat mendukung apa yang disuarakan masyarakat setempat.
Setelah semua pembicaraan dilakukan dan disepakati, maka ratusan masyarakat adat bersama berjalan kaki kurang lebih 5 kilo meter dari kampung Arumi menuju lokasi perusahan dan langsung memalang.
Pantauan dilapangan warga Tambrauw langsung memalang pintu masuk PT Bintuni Agro Prima Perkasa dan memalang beberapa kantor dan mes karyawan.
Di lokasi perusahan, Ketua MRPB mengatakan kepada perwakilan perusahan bahwa saat ini masyarakat akan memalang perusahan.
“Alasannya jelas karena perusahan tidak hargai masyarakat adat pemilik lembah Kebar dan dokumen perusahan pun sangat jelas telah menipu rakyat Tambrauw” ucap Maxi Ahoren.
Keliopas Meidodga (Turunan kepala suku besar Meidodga Arfak) juga menegaskan bahwa kalian telah melanggar hak adat, maka sekarang juga perusahan ini dipalang. Senada juga ditegaskan Obeth Ariks Ayok.
Sementara pihak perusahan yang diwakili oleh Plh PT Agro Bintuni Prima Perkasa, Edi dalam menemui massa dari masyarakat dan membicarakan kepada kepala suku dan MRPB serta semua elemen bahwa perusahan ini silahkan dipalang sampai waktu yang belum ditentukan.
Edi juga minta kepada masyarakat untuk memberikan waktu agar mereka menarik semua alat berat di lokasi pembongkaran ke lokasi kantor perusahan.
Proses pemalangan perusahan dikawal oleh pihak Polres Manokwari, Brimob dan TNI selama berlangsung proses adat hingga pemalangan dilakukan.
Pernyataan sikap masyarakat adat yang dibacakan oleh kepala suku besar Mpur, Ofni Ajoy mewakili dua kepala suku lain yakni Ireres, Miyah.
Simak Video Berikut :
Pernyataan Sikap warga sebagai berikut :
- Masyarakat adat meminta Menteri Kehutanan untuk segera menutup ijin yang dikeluarkan tentang pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat di konversikan untuk kebun kelapa sawit, seluas 19.366.077 hektar
- Bupati Tambrauw bertanggung jawab untuk membatalkan ijin yang dikeluarkan berdasarkan surat Bupati.
- Dengan tegas menolak secara adat dan memalang operasional PT. BAPP
- Menuntut ganti rugi atas kerusakan hutan adat
- Menuntut reboisasi kembali hutan yang dirusak PT BAPP. (RED/ON)