JAKARTA – Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma menyampaikan aspirasi perihal pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) Migas bagi masyarakat adat dan persoalan distribusi dana desa di Papua Barat. Aspirasi itu disampaikannya pada Sidang Paripurna DPD RI ke-7 masa sidang II Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/1/2023).
Terkait DBH Migas, senator Filep mengutarakan bahwa persoalan pengelolaan DBH Migas terutama tentang peruntukannya bagi masyarakat adat harus menjadi perhatian DPD RI. Pasalnya, dalam beberapa kali reses, Filep mendapati bahwa hingga kini belum ada skema kebijakan yang mengatur tentang DBH migas tersebut.
“Aspirasi tentang pembagian 10 persen DBH Migas bagi masyarakat adat menurut hemat kami harus mendapatkan perhatian serius oleh parlemen. Karena hal itu terkait dengan hak masyarakat adat Papua dalam konteks amanat Undang-Undang Otonomi Khusus,” ungkap Filep Wamafma yang selama ini dikenal kerap memperjuangkan aspirasi DBH migas bagi masyarakat adat, Selasa (10/1/2023).
“Berdasarkan beberapa referensi dan hasil reses di daerah, kami mendapati bahwa ternyata peruntukan 10 persen DBH Migas bagi masyarakat adat dan kelembagaannya sampai saat ini belum memiliki skema kebijakan maupun strategi implementasi baik oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota,” ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjut Filep, DPD RI harus segera menindaklanjuti persoalan ini sesuai dengan kewenangannya dalam menjalankan peran pengawasan terhadap implementasi UU Otsus di daerah. Menurutnya, DPD RI turut berkewajiban mengawal dan memastikan amanat UU Otsus diterapkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat Papua.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komite I DPD RI ini juga menyampaikan adanya temuan Polda Papua Barat terkait dugaan penyalahgunaan dana desa hingga adanya tindakan pemblokiran rekening aparat kampung/desa. Menurutnya, hal itu merupakan persoalan krusial lantaran juga menyangkut hak masyarakat di desa.
“Seperti kita ketahui ada pemblokiran rekening beberapa kampung terkait dengan penggunaan dana desa yang diduga mengalir kepada kelompok kriminal. Untuk itu, saya menyampaikan bahwa DPD RI perlu segera mengadvokasi persoalan ini, untuk berkoordinasi dengan Polda Papua Barat dan segera menyelesaikan masalah ini, agar tidak berkepanjangan,” katanya.
“Yang kita khawatirkan, masalah ini dapat membuat pemerintahan kampung tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal. Juga untuk mencegah adanya asumsi seolah-olah dana desa di Papua digunakan untuk kepentingan kelompok kriminal. Tentu masalah ini harus segera diselesaikan,” kata Filep lagi.
Lebih lanjut, Filep mengatakan bahwa kedua aspirasi masyarakat itu baik persoalan DBH migas dan distribusi dana desa mendapat respons positif pada sidang paripurna tersebut. Hasilnya, DPD RI akan menindaklanjuti dan segera melakukan advokasi persoalan tersebut dalam waktu dekat ini.
Terkait hal ini, Filep pun mengajak semua pihak untuk mengutamakan kepentingan rakyat di atas semua kepentingan. Hal itu sangat penting dilakukan guna memastikan terpenuhinya hak-hak dasar rakyat terutama orang asli Papua dan masyarakat adat.
“Sekali lagi saya ulangi bahwa Undang-Undang Otsus dan sejumlah kebijakan pemerintah pusat untuk daerah bertujuan untuk menghormati, memproteksi dan memberdayakan orang asli Papua secara personal dan juga masyarakat adat. Oleh sebab itu apabila undang-undang mengamanatkan hak kepada masyarakat adat berupa 10 persen DBH migas maka itu harus dijalankan semaksimal mungkin, termasuk juga tentang hak-hak masyarakat yang diakomodasi melalui penyaluran dana desa di kampung-kampung,” tutupnya.