Hal tersebut terwujud melalui penerapan Pembangunan Rendah Karbon (PRK). Selain aspek ekonomi dan keberlangsungan lingkungan, pendekatan pembangunan ini juga ikut menginklusikan aspek sosial ke dalam pemerataan pembangunan serta pengentasan kemiskinan.
Pembahasan mengenai PRK ini terungkap dalam acara Sosialisasi Perencanaan PRK (PPRK) selama 2 (dua) hari pada 4 – 6 November 2019 di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat.
Acara sosialisasi itu bertujuan untuk mempertajam rencana kerja PPRK, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten, sekaligus pembahasan mengenai akselerasi implementasi PPRK sesuai dengan target keluaran rencana kerja, pembahasan transformsasi kaji ulang RAD-GRK (Rencana Aksi Daerah – Gas Rumah Kaca) menuju PPRK, peningkatan kapasitas kelompok kerja, dan pengenalan metode sistem dinamika (system dinamic).
Sosialisasi itu dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk dari tingkat nasional seperti Bappenas dan Perwakilan Kementerian/Lembaga lainnya, Bupati, berbagai perwakilan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tingkat provinsi dan kabupaten di Provinsi Papua Barat, akademisi, dan Mitra Pembangunan.
Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Bappeda Provinsi Papua Barat, Nixson Saiba, menyatakan pihaknya siap mengimplementasikan PRK di Papua Barat sebab pendekatan tersebut akan sejalan dengan program investasi hijau yang tengah dijalankan.
“Investasi hijau mendorong pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, sejalan dengan semangat PRK,” kata Saiba.
Dia berharap sosialisasi PPRK menambah pemahaman OPD dalam menyusun PPRK. Dengan demikian, terjadi integrasi dalam merencakan pembangunan daerah di Papua Barat.
Hal ini ditunjukkan dengan pembentukan Tim Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Sementara Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Medrilzam, mengatakan, “Sosialisasi PPRK berperan penting dalam menyamakan pemahaman PPRK,” ujarnya.
Pembangunan ekonomi, kata Medrilzam, dapat berjalan beriringan dengan target penurunan emisi. Pasalnya, Indonesia memiliki komitmen yang tertuang dalam NDC (Nationally Determined Contribution) untuk menurunkan emisi hingga 29 persen dengan usaha sendiri dan sampai 41 persen dengan bantuan.
“PPRK itu membangun dengan prinsip rendah karbon, melakukan konservasi sumber daya alam dan sekaligus menghindari eksploitasi besar-besaran dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat, mengawinkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan,” ucap Medrilzam.
Dalam dokumen “Pembangunan Rendah Karbon: Pergeseran Paradigma Menuju Ekonomi Hijau di Indonesia” yang dirilis oleh Bappenas, PRK dapat menghasilkan pertumbuhan PDB Indonesia rata-rata 6 persen per tahun hingga 2045. Selain itu, pendekatan PRK dapat mencegah 40.000 kematian per tahun dari membaiknya kualitas udara dan air, mencegah kehilangan hutan seluas 16 juta ha, dan pengurangan emisi hingga 43 persen pada tahun 2030.
Dokumen tersebut juga menyebutkan pendekatan PRK memungkinkan penurunan 4,2 persen tingkat kemiskinan ekstrem, perbaikan kualitas udara, tambahan PDB lebih dari USD 5,4 triliun pada tahun 2045. Selain itu, diperkirakan terjadi 15,3 juta lapangan pekerjaan baru pada 2045 dan teratasinya kesenjangan gender dan wilayah.
Sementara itu, Nixson Saiba menegaskan, misi pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam Deklarasi Manokwari. Komitmen yang ditandatangani oleh pemerintah daerah Papua Barat, Papua, dan Mitra Pembangunan itu menyatakan perlindungan 70 persen luas daratan sebagai kawasan lindung dan melindungi masyarakat adat.
“Kita masih ingat dengan Deklarasi Manokwari yang isinya tak hanya menjaga sumber daya alam tetapi juga memastikan kesejahteraan kepada OAP (Orang Asli Papua) tetap berlangsung. Ini tentu saja selaras dengan nafas PRK,” ujar Nixson.
Bupati Kabupaten Tambrauw, Gabriel Asem, yang hadir dalam sosialisasi PPRK menuturkan, pihaknya mendukung pendekatan PRK untuk dapat diterapkan pemerintah daerah. Sebagai daerah yang mencanangkan Kabupaten Konservasi, Gabriel menginginkan agar pemanfaatan hutan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
“Kami mau agar hutan bermanfaat bagi masyarakat. Selama ini hutan terus habis tapi masyarakat tidak menerima keuntungan sama sekali. Kami akan memajukan program jasa lingkungan dengan mendorong pendapatan masyarakat dari sektor ekowisata,” ujar Gabriel. (ALW/ON)