Orideknews.com, Manokwari, – Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. Filep Wamafma, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah nyata menyelesaikan konflik bersenjata di Tanah Papua. Ia menilai, konflik yang berkepanjangan telah menimbulkan banyak korban jiwa dan penderitaan bagi masyarakat sipil, terutama para pengungsi.
Filep yang juga menjabat sebagai Sekretaris MPR For Papua meminta pemerintah pusat memperhatikan nasib masyarakat yang terpaksa mengungsi akibat situasi keamanan yang tidak menentu. Menurutnya, para pengungsi saat ini hidup dalam kondisi memprihatinkan tanpa kecukupan pangan, air bersih, obat-obatan, dan tempat tinggal yang layak.
“Kami mendesak kepada Bapak Presiden Prabowo untuk segera menuntaskan konflik bersenjata di Papua. Selain banyak korban jiwa, mohon perhatikan nasib masyarakat yang mengungsi. Mereka menderita di pengungsian, kesulitan makan, kekurangan obat-obatan, dan kehilangan rasa aman. Situasi ini harus segera dihentikan,” ujar Filep dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (1/11/2025).
Filep juga menyinggung pernyataan Menteri Pertanian yang menyatakan dukungan Indonesia terhadap Palestina dengan menyediakan lahan investasi pertanian seluas 15.000 hektare atas nama kemanusiaan. Ia berharap kepedulian serupa juga diberikan kepada masyarakat pengungsi di Papua yang hingga kini masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.
“Kemanusiaan harus dimulai dari dalam negeri. Mari kita, terutama pemerintah, memberi perhatian penuh pada nasib masyarakat pengungsi di Papua dengan memenuhi kebutuhan mereka dan menyelesaikan akar masalahnya, yakni konflik bersenjata,” tegasnya.
Eskalasi kekerasan di Papua kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Pada pertengahan Oktober 2025, terjadi kontak tembak antara aparat TNI dan kelompok sipil bersenjata (KSB) di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, yang diduga mengakibatkan 14 korban jiwa. Peristiwa serupa juga terjadi di Kabupaten Nabire serta kasus dugaan intimidasi terhadap relawan LP3BH di Teluk Bintuni, Papua Barat, pada 17 Oktober 2025, ketika dua relawan sedang menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi.
Filep mengaku prihatin terhadap kondisi pengungsi, terutama ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak yang terhambat akses pendidikan serta layanan dasar. Ia menilai, situasi ini berpotensi merusak masa depan generasi muda Papua.
“Sebagai wakil daerah Papua Barat, saya merasakan penderitaan masyarakat pengungsi yang hak atas rasa aman dan perlindungannya kerap terganggu. Saya mendukung sikap Komnas HAM yang mengecam penggunaan kekerasan dan menuntut pemerintah mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua,” ucapnya.
Filep mengingatkan pemerintah agar belajar dari penyelesaian konflik di Aceh, yang berhasil ditempuh melalui dialog dan keadilan.
“Peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM jangan sampai berulang. Bagaimana kita bisa bicara kesejahteraan kalau keamanan belum terjamin? Saya berharap semua pihak mengedepankan dialog untuk menyelesaikan masalah Papua secara damai,” tutupnya.



