Orideknews.com, Manokwari, – Otonomi Khusus Papua (Otsus Papua) bertujuan untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi orang asli Papua (OAP) dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengelolaan Otsus Papua menjadi aspek penting dalam mencapai tujuan tersebut.
Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Judson Ferdinandus Waprak, saat ditemui wartawan pada Kamis (8/08/2024), menyampaikan bahwa pengelolaan dana Otsus di Provinsi Papua Barat menunjukkan kemajuan signifikan.
“Distribusi manfaatnya kepada OAP dan masyarakat umum lainnya dapat kita lihat. Efek bergandanya (multiplier effect) juga dapat diukur. Namun, masih banyak kritik konstruktif yang disampaikan oleh OAP, terutama mengenai ketidaktepatan sasaran peruntukannya, termasuk penyalahgunaan dana Otsus oleh oknum-oknum tertentu di pemerintahan,” ungkapnya.
Judson menambahkan bahwa MRPB, sebagai representasi kultural OAP, selalu membuka diri untuk menerima pengaduan dan aspirasi terkait pengelolaan dana Otsus oleh pemerintah provinsi dan kabupaten. Pengaduan ini umumnya berfokus pada sektor pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan infrastruktur dasar.
Dalam hal pengelolaan dana Otsus, MRPB telah diberikan tambahan kewenangan oleh pemerintah, khususnya di bidang pengawasan dana Otsus. Kewenangan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.07/2022, yang telah diubah dengan PMK Nomor 18/PMK.07/2023.
“Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) PMK 18/PMK.07/2023, Pemerintah Daerah wajib menyusun laporan tahunan pelaksanaan pengelolaan penerimaan dana Otsus yang harus disampaikan kepada MRPB. Pasal 46 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa pengawasan pengelolaan dana Otsus dilakukan secara koordinatif sesuai dengan kewenangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, serta pertanggungjawaban dan pelaporan,” jelas Judson.
PMK ini mengatur dengan baik pelaksanaan kewenangan pengawasan dana Otsus Papua, dari laporan tahunan hingga teknis pelaksanaan pengawasan. Untuk menghindari tumpang tindih pengawasan, MRPB wajib berkoordinasi dan meminta arahan kepada Badan Pengarah Papua sesuai Pasal 46 ayat (4).
Judson menekankan bahwa pelaksanaan kewenangan tambahan ini akan dilakukan dengan penuh tanggung jawab, dengan sasaran utama pencapaian tujuan Otsus Papua dan mendukung program-program pembangunan pemerintah daerah. Tambahan kewenangan ini merupakan langkah baru bagi MRPB, yang sebelumnya tidak diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 yang diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2021 serta PP Nomor 54 Tahun 2004.
Untuk melaksanakan tugas ini, MRPB berencana menggunakan empat mekanisme pengawasan: permintaan tertulis Laporan Tahunan, Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau Rapat Kerja (Raker), pembentukan Panitia Khusus (Pansus), dan kegiatan Penyaluran Aspirasi. MRPB juga akan mengadakan pertemuan dengan pihak pemerintah untuk meminta laporan penyerapan dana Otsus dari OAP.
“Dalam pengawasan, MRPB akan berkoordinasi dengan Gubernur/Bupati, DPRPB, dan DPRK. Temuan mengenai penyalahgunaan pengelolaan dana Otsus akan dilaporkan kepada lembaga berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan BP3OKP,” tambahnya.
Pada 5 Agustus 2024, MRPB telah melakukan perubahan Tata Tertib untuk memasukkan ketentuan-ketentuan penting dalam PMK, sehingga memiliki pedoman pelaksanaan pengawasan dana Otsus Papua di Provinsi Papua Barat. Dalam pengawasan ini, MRPB juga akan melibatkan tim pakar dari perguruan tinggi, profesional, organisasi non-pemerintah yang fokus pada pemantauan anggaran daerah dan pembangunan, serta lembaga masyarakat adat Papua.
“Terbitnya PMK ini memberikan sinyal kepada pemerintah daerah bahwa pengelolaan dana Otsus Papua harus dilakukan secara profesional, transparan, tepat sasaran, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan harus benar-benar dilaksanakan,” pungkas Judson. (ALW/ON)