Minggu, Mei 25, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Mutiara Harapan Dari Kader Malaria

Memaknai Hari Malaria Sedunia, 25 April 2021 

Catatan: Edi Sunandar

Sejak tahun 1996 saya menjadi saksi pengendalian malaria di Provinsi Papua Barat, sejak bekerja di pedalaman trasmingrasi Kabupaten Fakfak, keluar masuk hutan membawa alat semprot malaria, melakukan celup kelambu saat itu, belum ada kelambu berinsektisida, melakukan pemeriksaan  malaria  dari Kampung ke Kampung dan membentuk kader malaria. Saya masih ingat di tahun 2000an  melatih dan membuat papan nama Kader Malaria yang di bantu oleh suami kader untuk dipasang di depan rumah kader Kampung Pinang Agung.

Kalau melihat data kasus malaria di Papua Barat jumlah kasus malaria dari tahun 2009  di laporkan sebanyak 50.766 kasus menurun jauh  menjadi 7.079 kasus di tahun 2019  dan mengalami kenaikan sebanyak 9.626 kasus di tahun 2020. Dari analisa data, peningkatan kasus  pada tahun 2020 terjadi  disebabkan  meningkatnya Puskesmas yang melapor khususnya Puskesmas yang jauh yang sebelumnya tidak melapor. Hal ini  terlihat dengan naiknya  persentase  kelengkapan laporan  69,31 % di tahun 2019, meningkat  menjadi 73,48 % di tahun 2020. Serta banyaknya kegiatan pengendalian Malaria khususnya di 3 kabupaten endemis tinggi yang menyebabkan kenaikan kasus yang cukup tinggi di 3 Kabupaten yaitu, Manokwari, Teluk Wondama, Manokwari Selatan yang hampir mengalami kenaikan ratusan bahkan ribuan kasus, sedangkan di Teluk Bintuni, mengalami kenaikan  2 kasus dan Kaimana mengalami kenaikan  22 Kasus. Untuk kabupaten yang lain mengalami penurunan dan terdapat 3 kabupaten yang akan memasuki tahapan eliminasi malaria seperti Sorong Selatan yang hanya 12 kasus, Maybrat 9 kasus dan Pegunungan Arfak dengan kasus impor pekerja tambang emas sebanyak 6 kasus  di tahun 2020.

Kurang lebih 5000  kader malaria telah dibentuk di Papua Barat sejak tahun 2000, baik yang dibentuk oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupeten, Puskesmas, Kampung, Unicef, Perdhaki, BP Tangguh maupun LSM lainya, walaupun tidak semua aktif sampai dengan sekarang. Teluk Bintuni dengan kader Juru Malaria Kampungnya yang telah berhasil mendapatkan penghargaan baik nasional maupun internasional, Manokwari dengan kader Bela Kampungnya yang pernah mewakili kader Indonesia pada peringatan HMS 2019,  Fakfak dengan kader Bela kacanya yang mendapatkan Top 45 inovasi pelayanan public 2020, Perdhaki dengan kader UKBMnya  dan lain lain, semua berkontribusi  dalam  pejuangan eliminasi malaria di Papua Barat.

Kader merupakan representasi keterlibatan masyarakat dalam pengendalian malaria, Tanpa keterlibatan masyarakat, sangat mustahil Eliminasi Malaria di Papua Barat akan tercapai.

Di tahun 2021 ini, Kader akan kembali ditingkatkan dan direvitalisasi, akan dilaksanakan pelatihan kader malaria sebanyak 446 kader  baik oleh Dinas Kesehatan melalui dana Dekon maupun oleh  Perdhaki melalui dana Global Fund.

Sangat disadari bahwa keberhasillan Kader Malaria tergantung dari komitmen kader itu sendiri, Petugas Puskemas sebagai pendamping langsung dan kepala Kampung sabagai pemerintah  di Kampung, Jika 3 komponen ini bersinergi, keberadaan kader akan berkelanjutan dan maksimal, sebaliknya jika 3 komponen ini tidak bersinergi maka keberadaan kader akan hanya bersifat sementara. Oleh karena itu, tahapan memilih kader, kertelibatan kepala Kampung dan Puskesmas dari awal pembentukan sudah harus dilibatkan.

Ada pengalaman yang berharga yang terjadi ketika saya dan tim provinsi Papua barat beserta petugas  Puskesmas Mubrani kabupaten Tambrauw mencoba melakukan penjaringan pemilihan kader malaria di 3 Kampung prioritas, pengalaman ini terjadi di Kampung Waru. Salah satu Kampung dengan jarak sekitar  15 KM dari Puskesmas, tidak ada transpor umum, ojek atau yang lainya kecuali jika ada Hilux penumpang yang tidak tahu kapan lewatnya, masyarakat ke Puskesmas biasanya dengan jalan kaki atau sepeda motor yang hanya 1 atau 2 buah jumlahnya. Terbayang bagaimana jika masyarakat tertular malaria, jauh dari petugas, akhirnya masyarakat  terlambat diobati dan akan menjadi sumber penularan, fenomena Kampung yang jauh dari akses layanan kesehatan perlu diakui masih sangat banyak di Papua Barat. Sehingga keterlibatan kader yang bisa mengobati malaria menjadi sangat penting.

Perjalanan menuju Kampung Waru kami tempuh dengan mobil double gardan. Setelah 2,5 jam perjalanan melalui jalan beraspal trans Papua dari Kabupaten Manokwari menuju Kabupaten Tambrauw, kami tim Malaria Provinsi bersama tim malaria puskesmas Mubrani memasuki jalanan coral tidak beraspal, melewati kali melintang dengan sebelah kanan dan kiri hanya hutan belantara, terkadang kami harus memelankan laju mobil disebabkan adanya pohon tumbang.

Setelah  30 menit perjalanan dari mata jalan  beraspal tibalah kami di Kampung Waru, yang pada tahun 2019 kami pernah melakukan pemeriksaan malaria massal ditemukan banyak 20 kasus positif malaria dari 83 orang  yang diperiksa. Kami disambut dengan pemandangan lempengan batu  seperti  artefak disamping kanan dan kiri yang cantik serta senyum sapa yang ramah dari penduduk lokal. Saat ini kami datang bersama tim ingin mencari kader Malaria yang dapat membantu mengobati Malaria di Kampung tersebut.

Setiba disana kami turun dan petugas Pukesmas  ibu Elfrida  bertanya kepada masyarakat ,”Lius ada?”, maka anak-anak berteriak “ada suster”, sambil berlari menuju rumah Lius. Setelah dipanggil “Lius”, maka turunlah sosok anak muda dengan rambut gimbal tersirat wajah yang tegas namun berwibawah dengan tubuh ideal berkaos biru dan coklat dengan memakai celana pendek  turun dari rumah panggung menghampiri tim kami yang lagi duduk di depan rumah, disitulah kami mulai berdiskusi berkenaan tujuan kedatangan kami.

Kami mengutarakan maksud bahwa kami akan melatih seorang kader malaria yang bisa memeriksa dan mengobati penyakit  malaria, dan kami sampaikan bahwa, kegiatan ini sukarela dan tidak ada gaji, dan Lius pun menjawab “Bapak, saya bersedia dengan sukarela bahkan sebelum bapak dorang datang kesini saya su minta sama puskesmas agar saya dilatih mengobati malaria, kasian masyarakat saya yang harus jalan kaki kalau berobat ke Puskemas yang jauh, Saya tidak perlu dibayar “. Kami sangat terkejut dengan jawaban Lius yang begitu tulus dan ikhlas.

Semangat dan keikhlasan  dari seorang  anak muda seperti Lius inilah membakar semangat kami bersama tim untuk tetap berjuang membebaskan malaria dari Papua Barat. Menimbulkan asa baru, bahwa kami tidak sendiri, masyarakat bersama dengan kami  dan kami yakin masih banyak anak muda seperti Lius di Papua Barat, yang siap  membantu perjuangan membebaskan Malaria di Papua Barat hal ini bagaikan Mutiara harapan bagi kami.

Di hari Malaria sedunia yang kita peringati setiap tanggal 25 April yang tahun  2021 mengambil tema “ Bersama Masyarakat Menuju Indonesia Bebas Malaria “ kita jadikan momen untuk menjadikan masyarakat sebagai subyek  dalam pengendalian malaria  bukan obyek, hal ini perlu kebersamaan, keperpihakan  dari kita semua.

Tetap semangat dan semoga kita diberi kesempatan dan kesehatan  untuk menikmati Indonesia  bebas Malaria di tahun 2030.

Selamat Hari Malaria Sedunia 2021, Salam Eliminasi Malaria

*** Penulis merupakan Kepala Seksi Pencegahan dan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan
Provinsi Papua Barat

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles

error: Hati-hati Salin Tanpa Izin kena UU No.28 Tahun 2014 Tentang HAK CIPTA dan/atau UU RI No.19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)