Memaknai Hari Malaria Sedunia, 25 April 2021
Catatan: Edi Sunandar
Sejak tahun 1996 saya menjadi saksi pengendalian malaria di Provinsi Papua Barat, sejak bekerja di pedalaman trasmingrasi Kabupaten Fakfak, keluar masuk hutan membawa alat semprot malaria, melakukan celup kelambu saat itu, belum ada kelambu berinsektisida, melakukan pemeriksaan malaria dari Kampung ke Kampung dan membentuk kader malaria. Saya masih ingat di tahun 2000an melatih dan membuat papan nama Kader Malaria yang di bantu oleh suami kader untuk dipasang di depan rumah kader Kampung Pinang Agung.
Kalau melihat data kasus malaria di Papua Barat jumlah kasus malaria dari tahun 2009 di laporkan sebanyak 50.766 kasus menurun jauh menjadi 7.079 kasus di tahun 2019 dan mengalami kenaikan sebanyak 9.626 kasus di tahun 2020. Dari analisa data, peningkatan kasus pada tahun 2020 terjadi disebabkan meningkatnya Puskesmas yang melapor khususnya Puskesmas yang jauh yang sebelumnya tidak melapor. Hal ini terlihat dengan naiknya persentase kelengkapan laporan 69,31 % di tahun 2019, meningkat menjadi 73,48 % di tahun 2020. Serta banyaknya kegiatan pengendalian Malaria khususnya di 3 kabupaten endemis tinggi yang menyebabkan kenaikan kasus yang cukup tinggi di 3 Kabupaten yaitu, Manokwari, Teluk Wondama, Manokwari Selatan yang hampir mengalami kenaikan ratusan bahkan ribuan kasus, sedangkan di Teluk Bintuni, mengalami kenaikan 2 kasus dan Kaimana mengalami kenaikan 22 Kasus. Untuk kabupaten yang lain mengalami penurunan dan terdapat 3 kabupaten yang akan memasuki tahapan eliminasi malaria seperti Sorong Selatan yang hanya 12 kasus, Maybrat 9 kasus dan Pegunungan Arfak dengan kasus impor pekerja tambang emas sebanyak 6 kasus di tahun 2020.
Kurang lebih 5000 kader malaria telah dibentuk di Papua Barat sejak tahun 2000, baik yang dibentuk oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupeten, Puskesmas, Kampung, Unicef, Perdhaki, BP Tangguh maupun LSM lainya, walaupun tidak semua aktif sampai dengan sekarang. Teluk Bintuni dengan kader Juru Malaria Kampungnya yang telah berhasil mendapatkan penghargaan baik nasional maupun internasional, Manokwari dengan kader Bela Kampungnya yang pernah mewakili kader Indonesia pada peringatan HMS 2019, Fakfak dengan kader Bela kacanya yang mendapatkan Top 45 inovasi pelayanan public 2020, Perdhaki dengan kader UKBMnya dan lain lain, semua berkontribusi dalam pejuangan eliminasi malaria di Papua Barat.
Kader merupakan representasi keterlibatan masyarakat dalam pengendalian malaria, Tanpa keterlibatan masyarakat, sangat mustahil Eliminasi Malaria di Papua Barat akan tercapai.
Di tahun 2021 ini, Kader akan kembali ditingkatkan dan direvitalisasi, akan dilaksanakan pelatihan kader malaria sebanyak 446 kader baik oleh Dinas Kesehatan melalui dana Dekon maupun oleh Perdhaki melalui dana Global Fund.
Sangat disadari bahwa keberhasillan Kader Malaria tergantung dari komitmen kader itu sendiri, Petugas Puskemas sebagai pendamping langsung dan kepala Kampung sabagai pemerintah di Kampung, Jika 3 komponen ini bersinergi, keberadaan kader akan berkelanjutan dan maksimal, sebaliknya jika 3 komponen ini tidak bersinergi maka keberadaan kader akan hanya bersifat sementara. Oleh karena itu, tahapan memilih kader, kertelibatan kepala Kampung dan Puskesmas dari awal pembentukan sudah harus dilibatkan.
Ada pengalaman yang berharga yang terjadi ketika saya dan tim provinsi Papua barat beserta petugas Puskesmas Mubrani kabupaten Tambrauw mencoba melakukan penjaringan pemilihan kader malaria di 3 Kampung prioritas, pengalaman ini terjadi di Kampung Waru. Salah satu Kampung dengan jarak sekitar 15 KM dari Puskesmas, tidak ada transpor umum, ojek atau yang lainya kecuali jika ada Hilux penumpang yang tidak tahu kapan lewatnya, masyarakat ke Puskesmas biasanya dengan jalan kaki atau sepeda motor yang hanya 1 atau 2 buah jumlahnya. Terbayang bagaimana jika masyarakat tertular malaria, jauh dari petugas, akhirnya masyarakat terlambat diobati dan akan menjadi sumber penularan, fenomena Kampung yang jauh dari akses layanan kesehatan perlu diakui masih sangat banyak di Papua Barat. Sehingga keterlibatan kader yang bisa mengobati malaria menjadi sangat penting.
Perjalanan menuju Kampung Waru kami tempuh dengan mobil double gardan. Setelah 2,5 jam perjalanan melalui jalan beraspal trans Papua dari Kabupaten Manokwari menuju Kabupaten Tambrauw, kami tim Malaria Provinsi bersama tim malaria puskesmas Mubrani memasuki jalanan coral tidak beraspal, melewati kali melintang dengan sebelah kanan dan kiri hanya hutan belantara, terkadang kami harus memelankan laju mobil disebabkan adanya pohon tumbang.
Setelah 30 menit perjalanan dari mata jalan beraspal tibalah kami di Kampung Waru, yang pada tahun 2019 kami pernah melakukan pemeriksaan malaria massal ditemukan banyak 20 kasus positif malaria dari 83 orang yang diperiksa. Kami disambut dengan pemandangan lempengan batu seperti artefak disamping kanan dan kiri yang cantik serta senyum sapa yang ramah dari penduduk lokal. Saat ini kami datang bersama tim ingin mencari kader Malaria yang dapat membantu mengobati Malaria di Kampung tersebut.
Setiba disana kami turun dan petugas Pukesmas ibu Elfrida bertanya kepada masyarakat ,”Lius ada?”, maka anak-anak berteriak “ada suster”, sambil berlari menuju rumah Lius. Setelah dipanggil “Lius”, maka turunlah sosok anak muda dengan rambut gimbal tersirat wajah yang tegas namun berwibawah dengan tubuh ideal berkaos biru dan coklat dengan memakai celana pendek turun dari rumah panggung menghampiri tim kami yang lagi duduk di depan rumah, disitulah kami mulai berdiskusi berkenaan tujuan kedatangan kami.
Kami mengutarakan maksud bahwa kami akan melatih seorang kader malaria yang bisa memeriksa dan mengobati penyakit malaria, dan kami sampaikan bahwa, kegiatan ini sukarela dan tidak ada gaji, dan Lius pun menjawab “Bapak, saya bersedia dengan sukarela bahkan sebelum bapak dorang datang kesini saya su minta sama puskesmas agar saya dilatih mengobati malaria, kasian masyarakat saya yang harus jalan kaki kalau berobat ke Puskemas yang jauh, Saya tidak perlu dibayar “. Kami sangat terkejut dengan jawaban Lius yang begitu tulus dan ikhlas.
Semangat dan keikhlasan dari seorang anak muda seperti Lius inilah membakar semangat kami bersama tim untuk tetap berjuang membebaskan malaria dari Papua Barat. Menimbulkan asa baru, bahwa kami tidak sendiri, masyarakat bersama dengan kami dan kami yakin masih banyak anak muda seperti Lius di Papua Barat, yang siap membantu perjuangan membebaskan Malaria di Papua Barat hal ini bagaikan Mutiara harapan bagi kami.
Di hari Malaria sedunia yang kita peringati setiap tanggal 25 April yang tahun 2021 mengambil tema “ Bersama Masyarakat Menuju Indonesia Bebas Malaria “ kita jadikan momen untuk menjadikan masyarakat sebagai subyek dalam pengendalian malaria bukan obyek, hal ini perlu kebersamaan, keperpihakan dari kita semua.
Tetap semangat dan semoga kita diberi kesempatan dan kesehatan untuk menikmati Indonesia bebas Malaria di tahun 2030.
Selamat Hari Malaria Sedunia 2021, Salam Eliminasi Malaria
*** Penulis merupakan Kepala Seksi Pencegahan dan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan
Provinsi Papua Barat