Orideknews.com, MANOKWARI – Tim kerja Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menemukan adanya potensi pelanggaran hak asasi manusia di bidang ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) pada masyarakat adat asli Papua di kampung Otoweri dan Tomage Kabupaten Fakfak. Penemun itu sesuai kunjungan kerja LP3BH ke belum lama ini.
Dari keterangan pers yang diterima www.orideknews.com, Rabu, (23/1/2019) Direktur LP3BH, Yan C Warinussy,SH mengatakan Hal itu disebabkan, karena akses untuk memperoleh perhatian dalam penyelesaian masalah-masalah sosial maupun hukum di kedua kampung yang termasuk dalam wilayah terkena dampak langsung dari mega proyek LNG Tangguh tersebut sangat terbatas bahkan tidak ada.
“Sesuai catatan Tim LP3BH bahwa seringkali banyak kasus pidana seperti pencurian (pasal 362 KUHP), persinahan (284 KUHP) ataupun pemerkosaan (285 KUHP) tidak diproses secara hukum tapi diselesaikan secara adat semata,” kata Warinussy.
Ia mengatakan, Ini juga disebabkan karena petugas Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babin Kamtibmas) yang bertugas di wilayah tersebut justru tinggal jauh di Bomberay. Juga akses sinyal telepon seluler ke daerah tersebut tidak ada.
“Potensi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau domestic violance di Otoweri dan Tomage juga cukup tinggi tapi akses hukum tidak ada. Ini semua menjadi temuan data yang diperoleh tim LP3BH dalam kunjungan ke wilayah tersebut dalam mendorong pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) di kedua daerah tersebut,” jelasnya.
Selain itu, kata Warinussy, kendala yang ditemukan juga adalah mengenai mahalnya biaya transportasi darat dari Fakfak ke Bomberay seharga 5 juta rupiah untuk pulang pergi menggunakan kendaraan toyota hilux.
“Bisa dibayangkan kalau terjadi kasus hukum di wilayah tersebut? Bagaimana masyarakat bisa segera dapat pergi ke kantor polisi terdekat untuk melapor? Atau bagaimana mereka bisa mendapat akses untuk memperoleh bantuan hukum (legal aid),” tanya Warinussy. (Redaksi).