Orideknews.com, JAYAPURA – Amnesty Internasional Indonesia, Senin (02/07/2018), kemarin mengeluarkan laporan berjudul “Sudah, Kasih Tinggal Dia Mati”. Dalam laporan tersebut, Amnesty Internasional mencatat berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh aparat keamanan di Papua dalam kurun waktu 8 tahun terakhir.
Dimana dalam laporan yang disusun tersebut juga mencatat ada 69 kasus pembunuhan diluar hukum (unlawfull killings) di Papua dari tahun 2010-2018 ini.
“69 insiden tersebut tidak diproses melalui mekanisme hukum yang transparan. Buktinya dari 69 insiden itu tak ada satupun pelaku yang menjalani pemeriksaan dengan lembaga independen, 25 kasus tak ada investigasi sama sekali, bahkan tak ada pemeriksaan internal, dan dalam 26 kasus para penegak hukum mengaku melakukan pemeriksaan internal namun tidak mempublikasikan hasilnya,” ungkap Peneliti Amnesty Internasional Indonesia, Papang Hidayat di Fave Hotel, Kota Jayapura, Senin (02/07/2018).
Menanggapi hal tersebut, Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa ada pemahaman yang berbeda antara Amnesty Internasional Indonesia dengan pihak Kepolisian.
“makanya hari ini saya sandingkan. Ini anggota polisi saja banyak yang ditembak mati. Jadi ada pemahaman yang berbeda, keberadaan kita ini sebenarnya untuk menjalankan tugas” kata Kapolda dalam acara Refleksi Semester I Kapolda Papua yang dilaksanakan di Aula Rastra Samara, Mapolda Papua, Selasa (03/07/2018).
Diungkapkannya, pihaknya juga tidak pernah melindungi oknum polisi yang terlibat dalam tindak pindana.
Lanjutnya, petugas-petugas yang ditempatkan oleh negara telah memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam penggunaan senjata api. “jadi kalau terjadi sesuatu yang diduga ada pelanggaran SOP maka kita akan sidang personil kita. Jadi sudah beberapa kali kita sidangkan personil kita dan tentunya hali ini harus dilihat secara objektif. Bukan petugas kita datang tiba-tiba kemudian menghilangkan nyawa orang, tidak seperti itu” terang Kapolda.
Ditegaskannya lagi pihak kepolian punya tata cara penggunaan senjata api agar tidak digunakan secara sewenang-wenang oleh aparat kepolisian.
“kita punya Perkab No. 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan. Jadi ada tahapan-tahapan yang dilalui atau tidak. Kalau ada tahapan yang tidak dilalui dilihat dulu apakah dalam keadaan terdesak atau keadaan yang sebenarnya tidam perlu mengeluarkan tembakan. Nah disini tentu harus melalui suatu proses investigasi dan pemeriksaan” jelas Kapolda.
Apa yang disampaikan oleh Amnesty Internasional, kemarin menurut Kapolda adalah sebuah penyampaian informasi yang agak tendensius karena pihak kapolisian dan Amensty Internasional berbeda pemahaman.
“juga berbeda visi dalam menyikapi situasi. Kita ini alat negara yang sudah dibekali dengan aturan dan ada sangsi kalau melanggar. Jadi sangsinya sesuia dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Apabila ada unsur kesengajaan berkaitan dengan menghilangkan nyawa orang lain pidana umum diberlakukan” tegas Kapolda. (ABE/ON)