

Orideknews.com, Manokwari, – Kantor Hukum Advocates & Legal Consultants Metuzalak Awom, S.H & Partners secara resmi menolak hasil seleksi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat jalur pengangkatan periode 2024-2029.

Sejumlah calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) jalur Otonomi Khusus (Otsus) Papua Barat menunjuk Kantor Hukum Advocates & Legal Consultants Metuzalak Awom, S.H & Partners untuk melayangkan gugatan terhadap Tim Seleksi (Timsel).
Para peserta seleksi menilai proses yang berlangsung tidak transparan dan tidak sesuai prosedur. Gugatan ini bukan soal kelulusan atau kegagalan, melainkan soal transparansi dan akuntabilitas proses seleksi.
Dalam surat resmi bernomor 011/Perk/Ad.MA/II/2025 yang ditujukan kepada Panitia Seleksi Anggota DPRP Papua Barat, kuasa hukum menyatakan hasil seleksi tersebut cacat hukum dan tidak sah.
Alasan penolakan didasarkan pada temuan adanya kesalahan prosedur tahapan seleksi, ketidaktransparanan, serta dugaan rekayasa dan intervensi yang mengakibatkan cacat hukum dalam proses seleksi.
Kuasa hukum Metuzalak Awom, S.H menemukan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 106 BAB III tentang Pengisian Anggota DPRP dan DPRK yang diangkat dari unsur OAP, khususnya Pasal 64 ayat (1) huruf c, serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 110.2.2.2-4302 Tahun 2024 tentang Panitia Seleksi Provinsi Papua Barat.
Menurut Metuzalak, Panitia Seleksi gagal memenuhi kewajiban untuk mengumumkan ke publik setiap tahapan seleksi beserta nilai-nilai yang diperoleh peserta, termasuk formulir skor nilai persyaratan umum, lembar lampiran penilaian, lembar rekap penilaian administrasi, kompetensi, kesehatan, kewajiban, penilaian khusus, dan pengumuman akhir.
“Kegagalan ini, melanggar ketentuan tentang pengendalian tahapan seleksi yang tercantum dalam PP 106 BAB III, Pasal 64 huruf d dan Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut,” ujar Metuzalak
Lebih lanjut, ia mengatakan pentingnya setiap tahapan seleksi untuk disahkan dalam Berita Acara dan diumumkan secara publik. Hal ini bertujuan untuk mencegah intervensi pihak ketiga dan memastikan transparansi, sehingga setiap peserta mengetahui tahapan mana yang menyebabkan kegagalannya.
Oleh karena itu, Kuasa Hukum menyatakan hasil seleksi yang diumumkan melalui Pengumuman Panitia Seleksi Anggota DPRP Papua Barat Nomor: 05/PANSEL-DPRP/11/2025 dinyatakan tidak sah dan cacat hukum.
Dalam keterangan pers kepada awak media Sabtu, (22/2/25) sejumlah peserta calon DPRP Pengangkatan Otsus yang didampingi Metuzalak meminta Menteri Dalam Negeri untuk memerintahkan Panitia Seleksi mengulang seluruh tahapan seleksi dengan batas waktu yang jelas.
Hal ini dianggap penting mengingat masa jabatan DPRP Papua Barat periode 2024-2029 telah berjalan, dan ketidakhadiran anggota DPRP jalur pengangkatan akan berdampak pada pengambilan keputusan terkait kebijakan pemerintah provinsi, perencanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan.
Metuzalak menyebut surat penolakan tersebut ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Gubernur Papua Barat, Kesbangpol Papua Barat, Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat, Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Kabinda Papua Barat, dan para pemberi kuasa.
Husein Kabes, salah satu calon dari Kabupaten Fakfak, menyatakan bahwa seharusnya setiap tahapan seleksi, mulai dari pendaftaran dan administrasi, diumumkan melalui berita acara. Hal ini penting agar peserta mengetahui proses dan progres seleksinya.
“Sehingga dari hasil-hasil itu bisa kita tahu bahwa nilai kita seperti apa,” ujar Husein.
Ia menyebut bahwa proses dan tahapan seleksi tidak berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Selain itu, Husein menyoroti dugaan adanya peserta yang melakukan kecurangan (contek) selama tes berlangsung, yang menurutnya diabaikan oleh panitia.
“Panitia abaikan itu padahal panitia tahu. Yang jelas kami gugat ini bukan gugat peserta tetapi kami gugat Timsel,” tegas Husein.
Ketidaktransparanan ini juga diungkapkan oleh Goliat Menggesut, calon anggota DPRP asal kabupaten Pegunungan Arfak. Ia menilai bahwa Timsel tidak mengumumkan hasil setiap tahapan tes.
“Ini jadi pertanyaan untuk kami dan kami gugat. Hal ini agar tahun-tahun berikutnya jangan pakai cara-cara yang tidak benar, seharusnya tiap selesai tes pansel sampaikan hasil,” ungkapnya.
Maria Rudia Horna calon DPRP Kabupaten Teluk Bintuni berharap gugatan ini dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam proses seleksi anggota DPRP jalur Otsus periode berikutnya.
“Sehingga proses seleksi dapat berjalan sesuai aturan dan memberikan kesempatan yang adil bagi semua peserta,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Pansel DPRP jalur pengangkatan Otsus, Yusuf Sawaki yang dikonfirmasi terkait gugatan belum memberikan respon. (ALW/ON).