Orideknews.com, Manokwari, – Anggota DPD RI asal Papua Barat, Dr. Filep Wamafma SH, MHum mengapresiasi dukungan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Arman Sulaiman yang menjanjikan bantuan biaya pompanisasi dan mekanisasi guna mengoptimalkan produktivitas lahan pertanian di Manokwari, Papua Barat.
Hal ini disampaikan Mentan dalam kunjungan di Kampung Desay, SP2, Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Jumat (31/5/2024), didampingi para Dirjen, Penjabat Sekda Papua Barat DR Ir Ycob S Fonataba MSI, Kasdam XVIII Kasuari Brigjen TNI Yusuf Ragainaga, Wakapolda Papua Barat Brigjen Pol, Alfred Papare, Wakajati Papua Barat, Ketua MRP PB, Sekda Manokwari Hendri Sembiring dan Kepala Dinas Pertanian Manokwari.
Meski begitu, Filep memberi sejumlah catatan terkait pernyataan Mentan yang menyebutkan bahwa Provinsi Papua Barat berpotensi menjadi lumbung padi untuk empat provinsi lainnya yaitu Papua, Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah. Bahkan dari 20 ribu hektare lahan yang ada, Menta meminta segera dilakukan penambahan melalui cetak sawah.
Selaku senator Papua Barat, Filep pun meminta agar Mentan dan jajaran Kementerian Pertanian juga tetap memperhatikan kondisi Papua Barat, aspek keberlanjutan dan afirmasi bagi petani lokal OAP.
“Tentu saya mengapresiasi kebijakan pemerintah ini. Akan tetapi saya mau mengingatkan beberapa poin mendasar. Pertama, harus ada afirmasi khusus bagi petani lokal OAP. Jangan sampai pengelola 20.000 hektar lahan ini tidak ada OAP sama sekali. Jika hal itu terjadi, maka akan sangat kontraproduktif dengan semangat Otonomi Khusus (Otsus) yang memberi penguatan pada peran dan fungsi OAP dalam pembangunan agar bisa berdiri di kaki sendiri”, ungkap Filep dalam keterangannya, Rabu (5/6/24).
Lebih lanjut, senator yang akrab disapa Pace Jas Merah ini kembali menekankan pentingnya peran Pemerintah Daerah (Pemda) berkaitan dengan upaya menjadikan Papua Barat sebagai lumbung padi.
“Poin kedua, upaya menjadikan Papua Barat sebagai lumbung padi ini membutuhkan dukungan dan kerja keras Pemda Papua Barat. Pemda harus terus mengawal, harus ada kontinuitas pendampingan, terutama terhadap petani lokal OAP,” ujarnya.
“Dukungan itu harus berwujud nyata dalam pelatihan manajemen pertanian, tidak hanya soal tanam-menanam, tetapi juga sampai pada manajemen pengelolaan pasca panen. Hal ini dilakukan agar masyarakat benar-benar mendapatkan keuntungan yang sepadan,” tegas Filep lagi.
Selanjutnya yang ketiga, Filep meminta agar optimalisasi sektor pertanian ini juga diimbangi dengan optimalisasi pengelolaan sektor perkebunan dan hasil hutan oleh stakeholder terkait yang membidangi. Pasalnya, berkebun dan mengelola hasil hutan merupakan budaya asli orang Papua.
Selain itu, ia mendorong adanya inovasi untuk meningkatkan produktivitas tanaman lokal Papua. Misalnya untuk meningkatkan kualitas produksi dan juga mempercepat masa panen tanaman diantaranya seperti humbelu atau timun, gemili, tebu, ubi kelapa, sagu, dan anggur Papua. Hasil ini nantinya dapat diolah lebih lanjut dalam industri pangan untuk memperoleh beragam produk olahan dan kemudian juga perlu memperluas jangkauan pemasaran.
“Diversifikasi pangan dengan mengedepankan pola pembangunan persawahan di Papua Barat, sesungguhnya membutuhkan effort yang sangat besar karena budaya Orang Asli Papua (OAP) bukanlah persawahan, melainkan lebih pada tipe perkebunan dan hasil hutan. Jangan sampai upaya diversifikasi pangan dasar ini menciptakan shock effect bagi OAP,” kata Filep.
“Dari dulu OAP mengenal ubi petatas, singkong, sagu, dan tanaman perkebunan lainnya. Kalau saja sekarang mendadak diubah jadi padi semua, maka keunggulan tanaman lokal yang jadi warisan turun-temurun akan hilang,” terang Filep lagi.
Ia menambahkan, dari segi kadar gizi, tanaman ubi dan singkong juga tidak kalah. Bahkan sudah ada beras analog, yaitu beras yang dihasilkan bukan dari padi, tetapi dari ubi atau tanaman lain. Kiranya ini juga menjadi perhatian bersama. (ALW/ON).