Orideknews.com, MANOKWARI,- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mendorong lahan hutan sagu menjadi kawasan agrowisata di Sorong, Papua Barat untuk mewujudkan pertanian yang maju menuju kedaulatan pangan di Papua Barat.
Luasan areal sagu nasional saat ini mencapai 196.831 hektar dengan 99,65% areal berupa perkebunan rakyat. Papua dan Papua Barat merupakan sentra terbesar sagu nasional yang berkontribusi sebesar 29,2% dari areal sagu nasional.
Untuk diketahui, sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia telah mengekspor sagu tahun 2020 sebesar 13 ribu ton atau senilai 40 milyar rupiah. Kemudian selama kurun waktu tahun 2020 hingga semester 1 tahun 2021, volume ekspor sagu meningkat 5,1 persen.
Mentan SYL mengharapkan adanya hilirisasi yang dilakukan oleh para pelaku stakeholder pertanian bekerjasama untuk mendapatkan nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Ini integrated farm, tolong Muspida koordinasi bantu Bupati untuk bersama kelola, kita buat industrinya, tidak hanya sagu saja, tidak hanya ada petani sagu saja, tapi sekitarnya ada peternakan, di sana ada buah horti, kemudian tanaman pangan, dan lainnya, jadi ada integrated farm dan modern, semua yang dimiliki rakyat,” ujar Mentan SYL saat mengunjungi Distrik Aimas, kelurahan Malawi, kabupaten Sorong 3 pekan lalu.
Menurutnya Papua Barat merupakan wilayah penghasil sagu terbesar nusantara, dan berharap pertanian yang diusahakan secara bersama dapat dipoles dengan sentuhan teknologi melalui pelatihan-pelatihan.
“Di sini sagunya oke, dan pertanian ngga bisa sendiri sendiri, harus ramai ramai. Agrowisata, satu kali turun semua kena, jadi jangan cuma sagu, harus ada bimtek, Istri istri harus bimtek, anak muda harus kursus, kursus harus ada hasilnya, seperti sagu harus jadi mie, kemudian ada perlakuan teknologi, biar tampilan (pati) menjadi putih bersih,” ungkap Mentan Syahrul.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi menambahkan tentang peran penyuluh pertanian dalam mengidentifikasi produk pangan lokal di daerah masing-masing (spesifik lokasi). Pemanfaatan pangan lokal perlu dorongan dari petani dan penyuluh serta masyarakat umum.
“Bisa juga kemudian dibentuk Subterminal Agribisnis yang menampung aneka ragam pangan lokal untuk memasok kebutuhan pangan di perkotaan,” katanya.
Penanggungjawab Papua Muda Inspiratif Papua Barat, Simon Tabuni melalui program Angkat Sagu, ikut mendorong masyarakat agar lebih mengonsumsi sagu asal Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel) secara luas.
Simon Tabuni saat ditemui mengaku, hutan sagu yang sangat luas di Papua Barat terdapat di Sorong Selatan. Namun kekayaan alam itu belum dimanfaatkan secara baik.
Selama ini menurut Simon, sagu hanya dikenal dalam bentuk olahan tradisional seperti papeda, namun pihaknya akan mengembangkan sagu dalam bentuk olahan yang lebih moderen.
“Olahan modern artinya kita bisa dorong untuk pembuatan tepung sagu, beras sagu, itu dari segi kuliner. Kita dorong juga agar sagu diolah lagi sebagai pakan ternak,” ungkap Simon.
Menurut Simon dalam mengembangkan olahan sagu di Distrik Kais Sorsel tersebut, pihaknya bekerjasama dengan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Manokwari melalui riset untuk mendapatkan formula yang sesuai.
“Dapatkan formula yang pas, perlu melakukan penelitian, sehingga kita gandeng Polbangtan Manokwari, agar mereka membuat olahan seperti Mie, beras dan lainnya. Selama ini belum ada formula yang baik. Sehingga jika mengelolanya juga bagus,” jelas Simon.
Sementara Direktur Polbangtan Manokwari, Purwanta mengaku sebagai salah satu UPT pendidikan vokasi dibawah Kementan mengapresiasi langkah PMI Papua Barat.
“Iya itu baik dari sisi pengolahan jadi pangan, maupun dari sisi pemanfaatan limbahnya. Kebetulan Lab pengolahan hasil kami telah mengeluarkan beberapa produk. Untuk pengolahan sagu dari awal kami telah sampaikan ke Lab Pengolahan hasil karena Papua ini mempunya hutan sagu yang sangat luas di dunia,” tutur Purwanta. (ALW/ON)