Oleh : Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua, Yan C Warinussy,SH
Dewan Adat Papua (DAP) dideklarasikan dalam Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua (KBMAP) yg berlangsung pd tgl.25-28 Februari 2002 di Asrama Haji, Kotaraja Jayapura. KBMAP tersebut dilaksanakan berdasarkan Hasil Keputusan Kongres Rakyat Papua II tahun 2000 dalam Komisi tentang Konsolidasi Komponen Rakyat Papua dan Komisi IV tentang Hak-hak Dasar Rakyat Papua.
Kemudian, direalisasikan melalui Surat Keputusan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua Nomor : 021/SK-LMA Papua/AIX-2001 tentang Penetapan Panitia Pelaksana KBMAP. Oleh karena itulah, DAP merupakan penjelmaan dari Lembaga Masyarakat Adat Papua yg mendapat mandat dari Masyarakat Adat Papua (MAP).
Itu artinya, menurut pengertian hukum saya selaku Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua bahwa LMA sesungguhnya sudah tidak ada lagi dan yang kini ada dan menjadi representasi dari MAP adalah DAP.
Berdirinya DAP sendiri, didirikan juga berdasarkan otoritas MAP secara demokratis dalam KBMAP yg pertama dgn memperhatikan deklarasi universal PBB tentang HAM 10 Desember 1948, deklarasi PBB tentang Masyarakat Adat dan Bangsa Pribumi 13 September 2007, dan Konvensi ILO (International Labour Organization) mengenai Bangsa-bangsa Pribumi tahun 1998.
DAP berkedudukan di Jayapura dan meliputi 7 (tujuh) wilayah adat yaitu : 1.Mamta, 2.Saireri, 3.Domberay, 4.Bomberay, 5.Ha Anim, 6.Mee Pago, dan 7.Lanny-Pago (La pago). Berdasarkan amanat pasal 2 ayat (1) Pedoman Dasar DAP tanggal 5 Juli 2007 disebutkan bahwa DAP dibentuk berdasarkan otoritas dimulai dari Dewan Adat Kampung (DAK), Dewan Adat Suku (DAS), Dewan Adat Daerah (DAD), Dewan Adat Wilayah (DAW), lalu DAP.
Oleh karena itu, maka Dewan Adat ditingkat kampung atau suku setidak-tidaknya harus dipimpin oleh orang yang merupakan tokoh pemimpin di keret atau kampung atau suku tertentu. Sebab setiap pemimpin adat di tingkat keret/suku itu pasti memiliki rakyat/konstituen.
Sehingga, ketika dia mengeluarkan perintah atau keputusan, maka rakyatnya pasti mendengar dan mengikutinya. Bagaimana mungkin DAP di tingkat keret/suku, tingkat daerah atau tingkat wilayah ataupun Se-Tanah Papua ini dipimpin oleh orang-orang yang bukan berasal dari adat itu sendiri? Apalagi dari kalangan pejabat pemerintah daerah? Juga di dalam dokumen statuta maupun pedoman dasar DAP sendiri sudah ada mekanisme dan prosedur pemilihan dan pengangkatan pemimpin dan perangkat-perangkat kerja DAP itu sendiri.
Di dalamnya tidak dikenal istilah plt.ketua atau plt.sekretaris bahkan juru bicara DAP. Sehingga sebagai salah satu pemerhati DAP, saya menghimbau para tokoh muda asli Papua yang sekarang sedang saling “beradu konferensi wilayah atau daerah” DAP di Papua dan Papua Barat untuk menghentikan cara-cara yang tidak mencerminkan filosofi luhur dan nilai-nilai historis didirikannya DAP 16 tahun lalu untuk mengawal upaya penegakan hukum demi melindungi hak-hak dasar masyarakat adat Papua yang notabene adalah OAP itu sendiri sebagai bagian penting dan integral dari rumpun ras Melanesia sebagai penguasa bumi dan pemilik Tanah Papua itu sendiri. ***