Orideknews.com, Manokwari – Pemerintah Provinsi Papua Barat resmi meluncurkan tahapan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Pengusaha Orang Asli Papua (OAP) di bidang pengadaan barang dan jasa.
Acara yang digelar Kamis (14/8/25) di Manokwari itu ditandai dengan penyerahan naskah akademik dari tim penyusun Universitas Gadjah Mada (UGM) kepada Gubernur Papua Barat, Drs. Dominggus Mandacan, M.Si.
Langkah ini diklaim sebagai komitmen pemerintah daerah untuk mengakhiri ketimpangan akses ekonomi yang dialami pengusaha Papua, khususnya dalam sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Masih banyak pengusaha OAP yang belum mendapatkan kemudahan dalam menjalankan usahanya. Padahal undang-undang Otonomi Khusus sudah menegaskan adanya keberpihakan bagi orang asli Papua. Dengan regulasi ini, kami ingin memastikan OAP tidak lagi hanya jadi penonton, tetapi pelaku utama pembangunan di Papua Barat,” tegas Gubernur Mandacan.
Naskah akademik disusun oleh tim UGM yang dipimpin Dr. Arie Ruhyanto, M.A., dengan menelisik rendahnya partisipasi pengusaha Papua bukan hanya soal kapasitas internal, tetapi juga hambatan eksternal seperti regulasi, perizinan, hingga minimnya perlindungan hukum.
“Data menunjukkan keterlibatan pengusaha OAP dalam proyek pengadaan masih sangat kecil. Hambatan internal memang ada, seperti permodalan dan manajemen. Namun hambatan eksternal jauh lebih berat, mulai dari akses perizinan, regulasi, hingga perlakuan diskriminatif,” jelas Arie.
Ia menyebutkan, Perdasus ini diharapkan menjadi instrumen hukum yang tidak berhenti di atas kertas, melainkan benar-benar konsisten diimplementasikan.
“Jangan sampai regulasi ini hanya jadi dokumen indah tanpa realisasi. Konsistensi implementasi adalah kuncinya,” ujarnya.
Secara hukum, landasan keberpihakan terhadap pengusaha Papua sudah ada sejak lama, mulai dari UU Otonomi Khusus, PP Nomor 107 tentang Percepatan Pembangunan Papua, hingga Perpres yang menegaskan prioritas bagi pengusaha asli Papua dalam proyek pengadaan.
Namun, menurut tim akademisi UGM, regulasi nasional tersebut tidak otomatis berjalan di level daerah. Perdasus ini akan menjadi tindak lanjut hukum yang lebih operasional agar pengusaha Papua memperoleh akses nyata, termasuk dalam skema subkontrak dan transfer pengetahuan dari pengusaha non-Papua.
“Prinsip afirmasi ini bukan untuk memanjakan, apalagi melemahkan daya saing OAP. Justru harus menjadi sarana peningkatan kapasitas agar ke depan mereka mampu bersaing secara terbuka,” tegas Arie.
Sejarah panjang implementasi kebijakan afirmatif di Papua menunjukkan masalah klasik aturan ada, tetapi praktik di lapangan sering menyimpang.
“Jangan sampai latihan lain, main lain,” kata Arie Ruhyanto mengingatkan, Perdasus ini harus benar-benar dijalankan secara konsisten agar membawa perubahan nyata, bukan sekadar simbol politik.” ucapnya.
Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Papua Barat, Dr. Yakub Richard Kiriweno, SH., M.A.P, menilai lahirnya Perdasus ini akan menjadi pintu masuk bagi OAP untuk mendapat perlindungan hukum dan peluang usaha yang lebih adil.
“Kebijakan afirmatif ini harus menjawab minimnya akses pasar, lemahnya kapasitas, serta ketiadaan perlindungan hukum yang selama ini membelenggu pengusaha OAP.
Perdasus akan menjadi payung hukum sekaligus panduan implementasi di lapangan,” kata Yakub.
“Ini menjadi simbol komitmen pemerintah daerah dalam mewujudkan tata kelola pengadaan barang dan jasa yang inklusif, adil, dan berkelanjutan,” ujarnya lagi. (ALW/ON).