OridekNews.com, Waisai, – Ketua Forum Intelektual Suku Maya, Jhon Mentansan menyayangkan pernyataan Kepala Kesbangpol Kabupaten Raja Ampat terkait hasil Mubes II Sub Suku Matbat Raja Ampat.
Dia menilai pernyataan tersebut terkesan tidak menghargai eksistensi masyarakat adat Matbat dengan mengintervensi dengan maksud hendak membatalkan hasil putusan Musyawarah Besar (Mubes) masyarakat adat Maya Sub Suku Matbat.
“Saya mengecam pernyataan Kepala Kesbangpol Kabupaten Raja Ampat yang diucapkan pada 5 April 2023 di Kampung Waigama, yang menyatakan bahwa hasil Mubes II Sub Suku Matbat 30 Maret -01 April 2023 di Kampung Salafen Distrik Misool Utara harus ditinjau,” kata Jhon dalam keterangan pers yang diterima media ini, Kamis (6/4/23).
Mantan Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Manokwari Cabang Manokwari ini mengatakan, pernyataan yang diutarakan Kepala Kesbangpol Kabupaten Raja Ampat tidak mencerminkan komitmen Pemerintah Raja Ampat dalam menjalankan amanat UUD 1945 ayat 18b tentang pengakuan negara atas eksistensi masyarakat hukum adat.
“Kami menilai Kepala Kesbangpol sebagai pembina politik dan hukum mewakili Pemerintah Daerah benar-benar tidak paham tentang marwah dari UUD 1945. Ingat!, amanat UUD sangat jelas bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Karena itu, keputusan rakyat, keputusan masyarakat adat harus dihargai oleh Negara. Jangan merasa diri sebagai pemerintah, sehingga mengintervensi seenaknya, bahkan bermaksud untuk membatalkan keputusan masyarakat adat,” terangnya.
“Seharusnya, Kepala Kesbangpol memberikan saran dan pertimbangan untuk melengkapi dengan memperhatikan hukum negara, tatanan masyarakat adat, wilayah adat dan hak – hak adat tanpa mengintervensi keputusan masyarakat adat,”tegas Jhon.
Dikatakannya, keputusan Mubes II sudah final karena Pengurus yang baru telah dikukuhkan dan telah dilantik. Mubes II juga sudah ditutup dengan kehadiran kepala Distrik Misool Utara sebagai Perwakilan Pemerintah Daerah. Karena itu, tidak boleh ada intervensi siapapun untuk membatalkan hasil Mubes, termasuk Pemerintah Kabupaten Raja Ampat.
“Kalau mau, silahkan dibawa ranah hukum ataupun dibawa ke urusan Pengadilan adat terkait marga Sub Suku Matbat dengan asal usul, marga, bahasa, budaya, wilayah adat, dusun, gunung, lembah, sungai dan sejarahnya, sehingga batasan-batasan tersebut yang memberikan legitimasi terkait keberadaan seseorang,” ucap dia.
Tak hanya itu, Jhon juga menyayangkan sikap Kepala Kesbangpol yang menyatakan dalam sosialisasi tahapan penjaringan calon MRP Papua Barat Daya bahwa keputusan terakhir ada di tangan Bupati.
Dia menilai, pemerintah tidak mengintervensi keputusan Pansel, melainkan menunggu hasil seleksi yang dilakukan oleh Pansel. Biarkan pansel independen dalam bekerja sesuai tahapan dan mekanisme yang sudah diatur.
“Jangan ada rekomendasi siluman tanpa melalui musyawarah adat. Sebab jika ada rekomendasi siluman maka tentu akan memicu konflik dan gugatan hukum di kemudian hari,” tutur Jhon.
Harapan masyarakat, lanjut dia, Kesbangpol menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pembina kerukunan di daerah sesuai amanat UUD 1945 dan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Revisi Kedua UU Nomor 21 tentang Otonomi Khusus Papua.
Melalui amanat UU tersebut, dikatakannya, telah memberikan ruang keberpihakan, perlindungan, pemberdayaan dan penghormatan terhadap orang asli Papua (OAP). Dari amanat itu muncul perturan turunan yakni PP 54 Tahun 2004, PP 106 tahun 2021 dan 107 tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana kekhususan Papua sebagai wilayah Otonomi Khusus.
Kemudian, Peraturan Gubernur Papua Barat Daya nomor 3 tahun 2023 tentang Tata Cara dan Jumlah Keanggotaan MRP Papua Barat Daya pasal 3 ayat secara tegas dan gamblang.
Dalam pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 secara tegas memberikan legitimasi kepada anak – anak asli Papua yang memiliki marga – marga asli di Papua Barat Daya untuk ikut seleksi Calon MRP Papua Barat Daya. Bukan orang yang diakui atau diangkat menjadi Orang asli Papua (di Raja Ampat).
Amanat ini, jelas Jhon harus dilaksanakan Pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat di daerah Kabupaten, bukan sebaliknya membangun narasi yang hendak memprovokasi masyarakat adat dengan kepentingan politik.
“Kami harap Bupati Kabupaten Raja Ampat melalui Kesbangpol tidak mengintervensi keputusan masyarakat adat, melainkan mendukung upaya masyarakat adat untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui ruang yang diberikan oleh Negara baik MRP maupun DPRK,” beber Jhon.
“Mari kita sama-sama mendukung Pansel untuk tegak lurus dengan melaksanakan tahapan seleksi calon MRP yang akan mewakili masyarakat adat untuk memperjuangkan hak masyarakat adat di pemerintah,” ungkapnya lagi.
Jhon lalu berharap jangan ada kepentingan politik yang terselubung dalam urusan masyarakat adat. “Silahkan mau atur dan instervensi Partai Politik, tetapi tidak untuk hak-hak masyarakat adat,” tambah Jhon.
Sementara itu, Kepala Kesbangpol Kabupaten Raja Ampat yang dihubungi media ini, belum memberikan tanggapan. (JA/ON)