Orideknews.com, MANOKWARI – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy,SH mendesak Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan agar melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Undang Undang No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Menurut Warinussy, dasar hukum dari pelaksanaan evaluasi adalah amanat pasal 78 UU RI No.21 Tahun 2001 dan UU RI No 35 Tahun 2008.
“Saat ini evaluasi sangat urgen dan mendesak, karena aspek krusial dalam konteks efektivitas pelaksanaan hukumnya dari UU RI No.21 Tahun 2001 tersebut tidak berjalan baik sesuai asas-asas hukum yang baik,” ucap Warinussy seperti rilis yang diterima www.orideknews.com, Minggu, (27/1/2019).
Oleh sebab itu, dia memandang bahwa evaluasi menjadi sarana penting untuk melakukan refleksi hukum atas pertanyaan-pertanyaan mengenai : pertama, apa mandat yang diberikan dalam setiap bab serta pasal-pasal dari UU No.21 Tahun 2001 tersebut ? Kedua, bagaimana fakta dalam konteks implementasi riil dari mandat-mandat tersebut hari ini di Papua Barat? Ketiga, apa yang semestinya dilakukan oleh semua pemangku kepentingan (stake holder) guna mewujudkan amanat setiap mandat dalam UU No.21 Tahun 2001 tersebut di masa depan? Saya beri contoh misalnya tentang isi Bab XII Pasal 45 dan Pasal 46 tentang Hak Asasi Manusia.
“Di dalam pasal tersebut ada mandat bagi Pemerintah pusat membentuk wadah Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua dan juga Provinsi Papua Barat. Faktanya hari ini seperti apa? Kendalanya apa? Mengapa di Papua sudah ada, lalu kenapa di Papua Barat belum ada? Sejauhmana peran dari pemerintah daerah di Papua Barat? MRP nya? DPR nya? Apakah ada partisipasi dari masyarakat sipil? Perguruan Tinggi ? Lalu mandat mengenai pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia? Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)? Contoh lain mengenai Pasal 6 UU No.21 Tahun 2001 tentang Badan Legislatif,” beber Warinussy.
Dia menjelaskan bahwa, khususnya amanat pasal 6 ayat (2) dan ayat (4), mengenai anggota DPR di Papua dan Papua Barat yang dipilih dan diangkat. Mandatnya ialah anggota DPR yang dipilih tentu melalui dan berdasarkan hasil pemilihan umum (pemilu) legislatif.
Sedangkan, anggota DPR Papua dan Papua Barat yang diangkat adalah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Persoalannya adalah bahwa selama ini tidak ada tindak lanjut hukum dari pemerintah pusat mengenai hal tersebut.
Sehingga, menurut dia, ada kesan terjadi kerancuan hukum berdasarkan tafsiran politik para elit di Papua dan Papua Barat dalam menterjemahkan amanat pasal 6 ayat (2) UU No.21 Tahun 2001 tersebut. Hal ini juga terjadi dalam konteks implementasi amanat UU Otsus itu sendiri dalam berbagai sektor di Tanah Papua.
“Menurut pandangan saya perlu segera dilakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan UU Otsus tersebut dari segi implementasi hukum dan politiknya,” ungkap Warinussy.
Ia juga mendesak untuk dibentuk segera Komisi Hukum Ad Hoc sebagai diamanatkan dalam Pasal 32 UU No.21 Tahun 2001 demi kepentingan efektifitas pelaksanaan hukum sesuai amanat kebijakab otsus di Provinsi Papua Barat ke depan. (Redaksi).