Pada rilis Senin, (2/12/2019) Kepala BPS Papua Barat, Marijte Pattiwaellapia, SE.,M.Si mengatakan dari jumlah 82 kota IHK, tercatat 57 kota mengalami inflasi dan 25 kota mengalami deflasi. Kota Sorong menempati peringkat ke-81 di Indonesia.
Dia menjelaskan, inflasi kota Sorong terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,16 persen.
Sedangkan, kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan harga yang ditunjukkan oleh penurunan indeks pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0,01 persen. Pendidikan, rekreasi dan olahraga -0,02 persen. Transport, komunikasi dan jasa keuangan -0,43 persen. Kesehatan -0,62 persen, sandang -0,70 persen dan kelompok bahan makanan -2,23 persen.
Menurutnya, inflasi yang terjadi di Kota Sorong dipengaruhi oleh kenaikan indeks yang dignifikan pada beberara sub kelompok seperti yaitu sub kelompok daging 1,05 persen, lemak dan minyak 0,71, telur dan susu 0,39 persen, tembakau dan minuman berakohol 0,39 persen dan kelompok buah-buahan 0,34 persen.
Kemudian, lanjutnya, untuk sub kelompok yang mengalami deflasi yakni, ikan segar -8,85 persen, ikan awetan -4,56 persen, bumbu-bumbuan -2,97 persen, kacang-kacangan -2,00 persen, perawatan jasmani dan kosmetikan -1,32 persen.
Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada November 2019, kata Marijte, seperti Cabai Merah, ikan Kembung, Gembung, Gembolo, Aso-aso, ekor kuning, ikan Mumar. Sedangkan komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah bawang merah, jeruk nipis, limau, lada, merica, selai dan sandal kulit.
“Di Sorong harga-harga sudah aman terkendali banyak komoditi yang masuk, baik komoditi yang masuk lewat pelabuhan maupun bandara sehingga berdampak pada harga,” jelas Marijte. (ALW/ON)