Orideknews.com, Teluk Wondama, – Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, S.H., M.Hum., menyerukan adanya kolaborasi strategis antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga keagamaan untuk membangkitkan kembali peran signifikan misionaris dalam pembangunan pendidikan di Tanah Papua.
Dorongan ini muncul sebagai respons atas krisis tenaga pendidik dan masih rendahnya kualitas pendidikan, khususnya di wilayah pedalaman Papua, yang menurut Filep tidak cukup dijawab hanya dengan mengandalkan anggaran pemerintah.
“Kalau kita berharap hanya dari APBD dan dana Otonomi Khusus (Otsus), itu tidak akan cukup. Kita perlu membuka ruang bagi donatur asing, khususnya yang memiliki hubungan historis dengan Papua, untuk ikut membantu membangun pendidikan di sini,” ujar Filep Wamafma.
Menurut Senator asal Papua ini, keterlibatan lembaga misionaris dan yayasan pendidikan berbasis gereja sangat penting. Ia meyakini negara-negara yang memiliki hubungan erat dengan Papua, baik secara sejarah maupun keagamaan, pasti bersedia membantu jika diberikan ruang kerja sama.
Bantuan yang diharapkan tidak hanya berupa suntikan dana, tetapi juga dalam bentuk beasiswa untuk calon guru asli Papua, serta pembangunan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
Filep juga secara khusus menyoroti kondisi Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) dan yayasan-yayasan misionaris lainnya yang merupakan warisan penting dari tokoh peradaban Papua, I.S. Kijne. Ia menilai banyak dari yayasan tersebut kini dalam kondisi stagnan dan tidak berfungsi optimal atau istilahnya ‘mati suri’.
“Kalau YPK dan yayasan misionaris mati suri, itu berarti kegagalan kita bersama. Pemerintah harus membuka ruang kerja sama dan memberikan kesempatan bagi pihak luar untuk kembali berkontribusi aktif,” ucapnya.
Lebih lanjut, Filep Wamafma mengajak seluruh elemen masyarakat Papua untuk tidak menyerahkan tanggung jawab pendidikan sepenuhnya kepada guru atau pemerintah, melainkan menjadikannya sebagai gerakan bersama.
Ia menyerukan seluruh lapisan masyarakat untuk menjadi bagian dari gerakan literasi dan pengajaran. “Semua orang Papua harus menjadi guru. Kepala distrik, lurah, pegawai negeri, bahkan orang tua semuanya harus menjadi penggerak pendidikan,” ajaknya.
Gerakan ini, sambungnya, tidak perlu menunggu bayaran. Cukup dengan menjadi teladan dan meluangkan waktu untuk memberikan latihan membaca bagi anak-anak di lingkungan sekitar, akan memberikan dampak besar bagi masa depan pendidikan di Tanah Papua. (ALW/ON).




