Senin, Juli 28, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Hadiri Forum Rektor, Hugo Warami: Perlindungan Lingkungan Papua Libatkan Masyarakat Adat dan Pendekatan Ekoregion

JAKARTA, — Rektor Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Hugo Warami, menyampaikan materi terkait pendekatan berbasis masyarakat adat dan zonasi ekoregion dalam merumuskan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Tanah Papua. Hal ini disampaikan dalam Forum Rektor yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama perguruan tinggi se-Indonesia, Senin (28/7/2025), di Hotel Shangri-La Jakarta.

Dalam paparannya, Hugo menyebut keunikan karakter ekologis dan budaya Papua, khususnya di wilayah Bomberai dan Ha-Anim yang memiliki sistem kepemimpinan tradisional seperti keondoafian dan kepala suku, serta sistem kekerabatan berbasis marga.

“Kearifan lokal menjadi pondasi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup. Tanpa memahami budaya masyarakat adat Papua, kebijakan hanya akan menjadi konflik,” tegasnya.

Papua Barat tercatat memiliki 127 tipe ekosistem dengan lebih dari 23 ribu aset ekosistem, termasuk 118 tipe ekosistem alami. Berbagai tipe vegetasi alami seperti hutan gambut, hutan mangrove, hutan kerangas, dan savana ditemukan tersebar di wilayah seperti Fakfak, Kaimana, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, hingga Teluk Wondama.

Lebih lanjut, Hugo menyoroti dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum sepenuhnya mengarusutamakan pendekatan wilayah fungsional dan ekoregion.

“Zonasi perlindungan dan pemanfaatan harus disesuaikan dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta mempertimbangkan wilayah adat,” ungkapnya.

UNIPA sambung Hugo, juga menyoroti soal lemahnya pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove. Contohnya, kawasan gambut Jo Vrienschap–Jos Siret di Kabupaten Asmat, yang merupakan habitat kura-kura moncong babi yang dilindungi, dinilai perlu ditetapkan sebagai kawasan lindung. Begitu pula ekosistem mangrove di Manokwari Selatan yang direncanakan menjadi taman hutan rakyat (TAHURA) namun terkendala kelembagaan.

Rektor UNIPA juga mengaku perlunya penguatan kapasitas teknis perangkat daerah, peningkatan kualitas data lingkungan, serta transparansi dalam pemberian izin lingkungan.

“Banyak izin lingkungan diberikan tanpa partisipasi masyarakat adat dan cenderung menimbulkan masalah di kemudian hari,” katanya.

Terkahir, Hugo mendorong kolaborasi lintas sektor, termasuk inovasi teknologi mitigasi untuk pulau-pulau kecil yang rentan abrasi, serta integrasi pendekatan ekoregion dalam penyusunan dokumen strategis pembangunan daerah.

“Papua bukan hanya tentang kekayaan biodiversitas, tetapi juga rumah bagi peradaban yang hidup selaras dengan alam. Melindungi Papua adalah menjaga masa depan Indonesia,” tutup Hugo. (ALW/ON).

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles

error: Hati-hati Salin Tanpa Izin kena UU No.28 Tahun 2014 Tentang HAK CIPTA dan/atau UU RI No.19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)