Orideknews.com, Manokwari, – Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat, Witri, SE., M.Ec.Dev, mengungkapkan bahwa pendekatan kekeluargaan menjadi pilihan utama dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua. Hal ini dikarenakan kuatnya pengaruh adat budaya dan belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat mengenai aturan hukum yang berlaku.
“Wilayah Papua khususnya untuk penyelesaian permasalahan ini memang kita masih pendekatan kekeluargaan seperti itu ya. Jadi tentang sangsi-sangsi yang diberlakukan itu kayaknya enggak bisa diberlakukan karena mengingat itu, adat budaya dan belum ada pemahaman ya. Pemahaman tentang peraturan-peraturan yang sudah ditapkan, Jadi keluarga ini selalu minta pendekatan secara kekeluargaan terus,” jelas Witri Senin, (8/7/24).
Ia menekankan bahwa pendekatan ini didasari oleh keinginan korban yang mayoritas menginginkan penyelesaian masalah secara damai di dalam keluarga.
“Dan si korbannya juga mau, Kalau korbannya dia tidak mau atau bersikeras untuk tetap diperkarakan itu akan kita bantu, kita dukung gitu,” ujarnya.
Namun, Witri mengakui bahwa penegakan hukum dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua terkendala oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah ketergantungan korban terhadap pelaku, seperti dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di mana korban bergantung secara finansial kepada suami.
“Tapi dari korbannya sendiri, biar sudah seperti itu. Agak sulit juga untuk menegakkan hukum ini secara khusus di Papua ini,” ungkap Witri.
Ia menjelaskan bahwa proses hukum yang panjang dan rumit dapat memberatkan korban, terutama jika mereka bergantung secara finansial kepada pelaku.
“Apalagi kalau misalnya korbannya itu bergantung. Hidupnya bergantung secara finansial, bergantung kepada lelaki misalnya suami. Kan kalau misalnya terus diperkarakan lanjut misalnya kayak proses hukum selanjutnya hingga pengadilan itu nanti ujung-ujungnya bisa terjadi perceraian misalnya,” katahya.
Witri menyadari bahwa pendekatan kekeluargaan memiliki keterbatasan dalam menangani kasus kekerasan yang serius. Namun, ia menekankan pendekatan ini menjadi solusi yang paling tepat dalam konteks sosial budaya Papua.
“Kami terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penegakan hukum dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun, kami juga memahami bahwa proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran,” pungkasnya. (ALW/ON).