OridekNews.com, Manokwari, – Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat menggelar on the job training pengelola aplikasi Sistem Informasi Surveilans Malaria (E-Sismal) regional Papua Barat, 12-15 Juni 2023 di salah satu hotel di Manokwari.
Training tersebut diikuti puluhan pengelola malaria baik di Rumah Sakit, Dinas Kesehatan kabupaten dan Puskesmas yang ada di kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak.
Data Analis Aplikasi E-Sismal United Nations Development Program (UNDP), Dadang Supriadi menjelaskan aplikasi E-sismal merupakan pencatatan pelaporan malaria. Saat ini telah tersedia versi 3.
Versi 2 kata Dadang, masih ada versi Excelnya untuk daerah yang kesulitan atau tidak miliki fasilitas akses internet yang baik.
“Versi 3 semua berbasis online, walaupun pengisiannya nanti diharapkan real-time tetapi di beberapa daerah yang tidak punya, akses internet tetap saja harus cari koneksi internet dulu untuk menginputnya,” ujarnya kepada media ini kemarin.
Dadang menjelaskan, target untuk data real-time lebih besar dengan versi 3 ini. Jika dahulu versi 2 kebanyakan orang melaporkannya diakhir bulan, tetapi sekarang bisa melaporkan kapan saja.
“Perbedaan mendasar adalah data yang terserap, yang dilaporkan itu akan lebih banyak secara real-time. Jadi dipusatpun gampang untuk memantau data-datanya menganalisis lebih dalam, sehingga kebijakan-kebijakan atau tindakan yang perlu segera dilakukan bisa dilakukan,” katanya.
Terkait Perbedaan E-Sismal di Puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas, Dadang menyampaikan dilevel fasyankes dibedakan menjadi dua. Pertama, Puskesmas dan kedua non Puskesmas, biasa digunakan rumah sakit ataupun klinik.
Menu dikedua itu berbeda, kalau di Puskesmas adalah menu yang paling lengkap, banyak inputannya. Sedangkan di Dinas, hanya untuk logistik saja. Kemudian, memvalidasi data-data yang diinput oleh Faskes.
“Jadi kita ada jenjang validasinya, jangan sampai data itu misalnya kasus Indigenous, nah kasus Indigenous ini yang selalu kita jaga agar kasusnya selalu turun terus ataupun kasusnya tidak ada. Karena syarat untuk eliminasi adalah tiga tahun berturut-turut tidak ada kasus Indigenous penularan setempat,” ucap Dadang.
Selanjutnya, di kabupaten hanya bisa monitoring data, input logistik serta validasi. Provinsi juga demikian, untuk logistik serta monitoring level dibawahnya.
OJT dapat dilakukan hanya sekali?
Dadang mengaku, oada dasarnya jika aplikasi digunakan rutin atau bekerja dengan aplikasi usernya akan terbiasa. Pengguna temui kendala-kendala dapat dikonsultasikan ke kabupaten, provinsi atau ke pusat.
Dikatakannya, pelatihan berjenjang, OJT atau pelatihan ulang, mungkin akan ada tetapi durasinya pun lama. Bisa dua tahun atau tiga tahun sekali. Tetapi jika telah dilatih diharapkan pengguna bekerja sesuai wilayahnya.
“Nanti kalau ketemu kendala disampaikan, semakin dia bekerja rutinitas dengan aplikasi semakin dia nanti menguasai,” pungkasnya.
Keistimewaan E-Sismal versi 3.
Menurut Dadang, pada dasarnya apa yang diinput petugas dari level Faskes nanti dipusat sudah bisa memantau data, baik itu individual data, agregat maupun logistik data, hingga sampai ke peta, grafik dan lainnya.
“Biasa teman-teman dipusat rapat dengan direktur dan direktur melaporkan ke Menkes. Untuk mengupdate apa saja yang terjadi. Apakah indikator-indikator sudah sesuai dengan tracknya atau belum. Sumber datanya dari tiap-tiap aplikasi, kalau malaria di Sismal, dari program lain dari aplikasi yang dimiliki masing-masing,” tutur Dadang.
Saran untuk wilayah calon eliminasi
Dia menegaskan untuk eliminasi, ada beberapa tahapan prosedur yang harus dimiliki, serta nanti ada reassesment dari Tim pusat dari berbagai institusi.
“Saat ini lagi ada assessment pribadi ada formnya, datanya lengkap SOPnya bagaimana? itu sudah tersedia, kalau mau eliminasi bekerja keras, sesuai prosedur dan assessment pribadi yang diawal jadi nanti Tim Assessment sudah datang, hal-hal tersebut sudah tersedia,” tambah Dadang. (ALW/ON).