Orideknews.com, MANOKWARI, – Berdasarkan data tahun 1990-2018 di Papua Barat terjadi perubahan tutupan hutan kering primer yang signifikan, dari sekitar 69,76 persen menjadi 48,61 persen. Hal ini menujukkan Papua Barat kehilangan hutan primer seluas 2,1 juta hektar.
Padahal Provinsi Papua Barat dikenal memiliki luas daratan sekitar 10 juta hektar yang diklaim miliki kekayaan hutan alam terluas di Indonesia.
Dengan perubahan tutupan hutan itu, hasil kajian menunjukkan pengurangan tutupan hutan lahan kering primer sekitar 20 persen, yakni sekitar 6.904.437 hektar menjadi 4.784.997 hektar dan hutan lahan kering sekunder dari 838.229 hektar menjadi 2.814.431 hektar.
Perubahan yang terjadi ini membuat dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat bekerjasama dengan Conservation International (CI) Indonesia melakukan kajian guna menyelamatkan tutupan hutan Provinsi Papua Barat pada tahun 2033 mendatang.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah menggelar Diskusi Terbatas Kajian Dinamika Rencana Pengembangan Wilayah dan Implikasi Terhadap Tutupan Lahan Provinsi Papua Barat tahun 2033 disalah satu hotel di Manokwari, Selasa, (17/3/2020).
Dari hasil kajian itu akan menjadi referensi bagi para pengambil keputusan dalam menentukan skenario yang mendukung pencapaian visi Provinsi Konservasi.
“Kita seharusnya memilih skenario yang dapat melindungi hutan Papua Barat minimal 70 persen; bukan hanya di tahun 2033 tapi 100 tahun lagi. Bila kita melindungi hutan primer atau hutan alam pada daerah yang sensitif, kita bisa melindungi lebih dari 70 persen kawasan hutan Papua Barat. Ini merupakan tanggungjawab moral kita semua.” Kata Sekda saat membuka Diskusi Terbatas Kajian Dinamika Rencana Pengembangan Wilayah dan Implikasi Terhadap Tutupan Lahan Provinsi Papua Barat tahun 2033
Lebih lanjut, jelas Sekda, dalam waktu 13 tahun dari sekarang, hutan primer Papua Barat berpotensi hilang bila kita tidak tepat memilih pola pembangunan. Sehingga, dengan teknologi yang ada, dapat melihat bagaimana nasib hutan ke depan.
“Pilihan ada di tangan kita untuk memilih keadaan hutan di tahun 2033. Selain itu, akan dianalisis pula alternatif ekonomi yang dapat dilakukan di dalam kawasan lindung berdasarkan peraturan dan perundangan yang ada secara lestari,” sebut Sekda.
“Hasil diskusi ini akan ditindaklanjuti oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk didiskusikan dalam penyempurnaan RTRW. Kami berharap OPD terkait dapat memperhatikan hasil kajian ini dalam penyusunan RTRW atau kebijakan pembangunan lainnya ke depan, serta memperhatikan tutupan hutan di Papua Barat. Kalau bukan kita, siapa lagi,” tambah Sekda. (ALW/ON)