Orideknews.com, Manokwari, — Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, mendesak pemerintah pusat dan daerah segera mencari solusi setelah menerima laporan bahwa sejumlah puskesmas di Papua Barat kehabisan obat untuk pengobatan penyakit kusta.
Kondisi ini dianggap sangat memprihatinkan karena jumlah kasus yang relatif tinggi, sementara fasilitas dan perlengkapan medis belum memadai.
Menurut laporan yang diterima, jumlah penderita kusta di Papua Barat hingga tahun 2024 mencapai sekitar 796 orang, dengan prevalensi 13,76 kasus per 10.000 penduduk.
Data ini menunjukkan bahwa Papua Barat masih menjadi salah satu daerah yang memiliki beban kusta yang tinggi.
Filep mengaku sesuai data yang diperoleh bahwa di Manokwari sendiri, jumlah penderita kusta dilaporkan mencapai 200–300 kasus, sementara obat untuk pengobatan tidak tersedia di beberapa puskesmas. Kini, masyarakat yang sakit kusta tidak bisa segera mendapat terapi karena stok obat habis atau distribusi tertunda.
“Papua harus percepatan penanganan penyakit menular ini. Penyakit ini berpotensi untuk semua orang kena sementara fasilitas obat tidak ada,” kata Filep.
Filep mengatakan bahwa dirinya akan segera melaporkan situasi ini kepada Menteri Kesehatan. Ia menyerukan pembentukan tim investigasi khusus yang akan turun ke lapangan, memastikan data kasus yang akurat, mencari penyebab kelangkaan obat, dan menilai kapasitas puskesmas dalam menangani penyakit kusta.
Ia memperingatkan bahwa jika tidak segera diatasi, kondisi ini bisa memperburuk penyebaran penyakit, terutama karena penderita yang belum mendapat pengobatan tinggal serumah dengan orang sehat. Kontak erat dalam keluarga dan lingkungan menjadi jalur penularan yang sangat mungkin terjadi bila obat dan pengobatan tidak tersedia.
Data Kemenkes dan laporan terkait memperkuat desakan ini, Papua Barat tercatat sebagai provinsi dengan prevalensi kusta tertinggi di Indonesia, yaitu sekitar 13,60 kasus per 10.000 penduduk berdasarkan data tahun 2023.
Laporan lain menyebutkan bahwa hingga tahun 2024, terdapat 796 kasus kusta di enam kabupaten di Papua Barat.
Salah satu kabupaten sumber terbesar kasus adalah Manokwari, yang mencatat kasus sangat tinggi dibandingkan daerah lain.
Filep menyarankan sejumlah hal untuk menjadi poin penting agar segera dibenahi, kata dia, Ketersediaan obat kusta harus dipastikan di semua puskesmas, tidak hanya di rumah sakit rujukan, agar pengobatan bisa segera dijalankan.
Kemudian, Peningkatan kapasitas pelayanan kesehatan primer termasuk tenaga medis di puskesmas agar mampu melakukan deteksi dini dan pengobatan tanpa penundaan.
“Transparansi data yang akurat dan publik agar kasus yang tersembunyi atau tidak dilaporkan bisa diidentifikasi dan ditangani,” ucapnya.
Selanjutnya perlu dibentuk Tim investigasi dan pengawasan dari pemerintah pusat (Kemenkes) serta kerja sama dengan Pemda Papua Barat untuk menindaklanjuti hasil audit dan laporan lapangan terkait masalah obat dan distribusi.
“Yang paling juga adalah Edukasi masyarakat tentang penyakit kusta, cara penularan, pentingnya pengobatan dini, dan penghapusan stigma agar penderita tidak takut melapor atau mengakses fasilitas kesehatan,” pesan Filep. (ALW/ON).