Orideknews.com, Manokwari – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Barat merilis perkembangan sejumlah indikator ekonomi regional untuk bulan April 2025. Rilis ini mencakup data inflasi atau Indeks Harga Konsumen (IHK), Nilai Tukar Petani (NTP), ekspor-impor, sektor pariwisata, serta transportasi udara di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Kepala BPS Papua Barat, Merry, menyampaikan bahwa pada April 2025 terjadi inflasi bulanan (month to month) di Papua Barat sebesar 0,55%, dengan indeks harga konsumen (IHK) meningkat dari 106,37 pada Maret menjadi 106,95 pada April. Sementara secara tahunan (year on year), inflasi tercatat sebesar 0,15%, namun terjadi deflasi tahun kalender (year to date) sebesar 0,92%.
Di Provinsi Papua Barat Daya, inflasi bulanan lebih tinggi, yakni 0,9%, dengan IHK naik dari 104,07 menjadi 105,01. Inflasi tahunan di wilayah ini mencapai 0,41%, dan deflasi tahun kalender tercatat sebesar 0,32%.
Semua kota IHK di Papua Barat dan Papua Barat Daya mengalami inflasi bulanan pada April 2025. Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Sorong (1,65%), disusul Kabupaten Sorong Selatan (0,16%), dan Kota Sorong (0,74%).
Secara tahunan, inflasi tertinggi tercatat di Kabupaten Sorong Selatan sebesar 2,12%, sedangkan Kota Sorong mencatatkan inflasi terendah sebesar 0,12%.
Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar di Papua Barat adalah perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan inflasi 2,32% dan andil 0,37%. Tarif listrik menjadi penyumbang utama inflasi kelompok ini.
Sebaliknya, kelompok transportasi mengalami deflasi 1,33% dengan andil 0,17%, yang terutama disebabkan penurunan tarif angkutan udara dan harga bensin.
Komoditas lain yang turut menyumbang inflasi adalah tomat (0,15%), emas perhiasan (0,10%), bawang merah (0,08%), dan bawang putih (0,05%).
Di Papua Barat Daya, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi bulanan dengan tingkat inflasi 1,4% dan andil 0,57%. Di Kota Sorong, kelompok ini menyumbang andil sebesar 0,53%, di Kabupaten Sorong 0,85%, dan di Sorong Selatan 0,10%.
Komoditas yang mendominasi inflasi di provinsi ini antara lain tarif listrik (0,47%), cabai rawit (0,19%), ikan cakalang (0,08%), ikan kembung (0,07%), dan ikan tuna (0,06%).
Beberapa komoditas juga tercatat memberikan andil deflasi, seperti tarif angkutan udara, ikan layang, bahan bakar rumah tangga, tarif pulsa ponsel, dan sayuran seperti buncis.
Inflasi tahunan di Papua Barat terutama didorong oleh kelompok pendidikan yang mencatat inflasi sebesar 6,3% dengan andil 0,29%. Komoditas penyumbang utamanya adalah biaya sekolah dasar (0,12%), SMA (0,09%), akademi/perguruan tinggi dan SMP (masing-masing 0,04%).
“Emas perhiasan juga menyumbang inflasi cukup besar sebesar 0,25%. Sementara itu, kelompok makanan, minuman, dan tembakau justru mengalami deflasi 1,12% dengan andil negatif sebesar 0,41%,” ucap Merry.
Di Papua Barat Daya, inflasi tahunan terbesar berasal dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, terutama di Kota Sorong (inflasi 3,07%, andil 0,16%). Komoditas utamanya adalah emas perhiasan, sabun wajah dan mandi, tarif gunting rambut, serta pembalut wanita.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau tetap menjadi penyumbang dominan di Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan dengan andil inflasi tahunan masing-masing 0,47% dan 1,69%.
Komoditas yang menyumbang inflasi tahunan di Papua Barat Daya antara lain ikan kembung (0,19%), emas perhiasan (0,17%), dan beras (0,15%).