Orideknews.com, Bintuni, – Organisasi masyarakat sipil dan tokoh pemuda di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, mendorong pembuatan blue print (cetak biru) pengembangan mata pencaharian masyarakat adat berbasis pangan lokal.
Inisiatif ini diharapkan dapat diadopsi oleh Pemerintah Daerah Teluk Bintuni guna mendorong perekonomian petani, pelaku usaha (UMKM, koperasi, dan BUMDes), serta mendukung program 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Teluk Bintuni, Yohanis Manibuy, S.E., M.H., dan Joko Lingara.
Menurut Sulfianto Alias, Ketua Perkumpulan Panah Papua, blue print ini merupakan kerangka besar rancangan pemerintah daerah untuk mengoptimalkan potensi pangan lokal di Bintuni. Kabupaten ini memiliki sumber daya alam melimpah, seperti sagu, umbi-umbian, hasil laut, buah merah, nenas, dan bakau. Namun, potensi ini belum dikelola secara maksimal.
“Perlu dukungan pemerintah agar pangan lokal bisa memberikan manfaat ekonomi bagi petani, pemuda, dan perempuan pelaku usaha kecil di Bintuni,” ujar Sulfianto.
Adapun target dari blue print ini meliputi:
1. Kebijakan perlindungan pangan lokal di tingkat kabupaten.
2. Peningkatan kapasitas petani di kampung-kampung.
3. Pembentukan unit usaha di tingkat tapak.
4. Pembangunan hub pangan lokal yang terhubung antara kampung dan ibu kota kabupaten.
5. Memastikan akses kelola masyarakat adat terhadap hutan dan sumber pangan lokal.
Setelah blue print selesai, diharapkan pemerintah segera membentuk tim kerja untuk implementasi guna meningkatkan ekonomi masyarakat.
Berdasarkan data SAIK+ (2025), terdapat 10.672 kepala keluarga asli Papua di Teluk Bintuni, dengan 90% di antaranya berprofesi sebagai petani. Jika intervensi pengembangan pangan lokal berhasil, pendapatan mereka diperkirakan bisa naik hingga 40% dari rata-rata penghasilan bulanan.
Anggota DPRK Teluk Bintuni, Roy Masyewi, menyatakan bahwa Bupati dan Wakil Bupati mendukung penuh inisiatif ini sebagai bagian dari program 100 hari kerja mereka.
“Pangan lokal adalah sumber pendapatan utama masyarakat Bintuni. Selain gas, potensi sagu, umbi-umbian, dan hasil hutan harus mendapat perhatian serius karena menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat adat,” tegas Roy.
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan hutan adat sebagai sumber kehidupan. Roy berharap pemerintah daerah, DPR, dan pemerhati masyarakat adat dapat mendukung pengembangan pangan lokal dalam agenda yang direncanakan pada 22 April 2025. (***/ALW/ON)