Orideknews.com, Tambrauw, – Upaya perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat di Kabupaten Tambrauw terus ditingkatkan. Salah satu langkah penting dalam hal ini adalah keberpihakan terhadap hak masyarakat adat atas sumber daya hutan.
Untuk mewujudkan komitmen politik tersebut, pemerintah Kabupaten Tambrauw melalui Panitia Masyarakat Hukum Adat (MHA) terus bersinergi dalam percepatan pengakuan hutan adat.
Sejalan dengan komitmen tersebut, pada 4-6 Juli 2024, diadakan Workshop Penguatan Kapasitas Panitia MHA dan Evaluasi Kemitraan di Kabupaten Tambrauw. Kegiatan ini diikuti dengan Rapat Koordinasi Teknis Panitia MHA terkait persiapan Verifikasi Teknis Usulan Penetapan MHA di Kabupaten Tambrauw yang dilaksanakan pada 3 Agustus 2024.
Selanjutnya, verifikasi usulan masyarakat adat di Kabupaten Tambrauw berlangsung dari 16 hingga 19 Oktober 2024 di Ibu Kota Fef, yang diikuti dengan kunjungan lapangan oleh tim pemerintah daerah.
Panitia MHA melakukan verifikasi dokumen dan pengecekan teknis lapangan terhadap usulan penetapan wilayah adat yang diajukan oleh lima marga, yaitu Marga Yessa dari Suku Abun dan Gabungan Marga Manim-Manimbu-Makambak-Kasi dari Suku Mpur.
Kegiatan ini merupakan langkah konkret pemerintah daerah sesuai dengan amanat Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Tambrauw No 06 Tahun 2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Usulan penetapan Wilayah Adat Marga Yessa di Suku Abun mencakup area seluas 58.019 hektar yang terletak di Distrik Kwor dan Distrik Abun.
Sementara itu, usulan dari Marga Manim-Manimbu-Makambak-Kasi mencakup wilayah seluas 67.216,6 hektar yang mencakup Distrik Mubrani, Distrik Kasi, dan Distrik Kebar Timur.
Dalam sambutan pembukaan kegiatan verifikasi, Penjabat Bupati Tambrauw yang diwakili oleh Asisten II Setda Kabupaten Tambrauw, Ibu Merina M. Kmurawak, S.Sos, menekankan pentingnya kegiatan ini.
“Peta tanah adat menjadi bukti kepemilikan masyarakat dan akan mendukung pemerintah daerah dalam pembangunan serta promosi investasi,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, Sekretaris Bappeda Kabupaten Tambrauw menambahkan bahwa saat ini sedang dilakukan revisi dan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), termasuk di Provinsi, dengan permintaan dari pemerintah provinsi untuk memastikan ketersediaan data peta wilayah adat. Oleh karena itu, kegiatan verifikasi ini sangat penting untuk mendukung penyusunan tata ruang.
Kegiatan verifikasi berjalan lancar pada hari pertama dan menghasilkan pembagian tim verifikasi teknis lapangan berdasarkan dua lokasi yang akan dikunjungi. Tim verifikasi terdiri dari staf gabungan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup, BAPPEDA, Bagian Hukum, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung. Kegiatan ini juga melibatkan mitra pendamping seperti WWF, Pioneer Papua, Meiy Mongka Papua, Aka Wuon, BRWA, dan Samdhana Institute.
Kunjungan lapangan untuk verifikasi teknis direncanakan berlangsung pada 17-19 Oktober 2024, dengan target melakukan uji dan verifikasi dokumen data sosial serta data teknis terkait batas dan tempat-tempat penting yang diusulkan. Tim dibagi menjadi dua kelompok besar yang terdiri dari OPD teknis dan lembaga mitra pendamping masyarakat adat, menuju lokasi usulan di Kampung Womom, Distrik Abun, dan Kampung Arfu, Distrik Mubrani.
Rangkaian kegiatan verifikasi ini disupervisi oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), yang memiliki kapasitas dan alat untuk mendukung pemerintah daerah dalam pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat.
Hasil verifikasi dokumen dan lapangan akan disampaikan secara resmi kepada Sekda Kabupaten Tambrauw selaku Ketua Panitia MHA untuk ditindaklanjuti ke penetapan melalui surat keputusan Bupati.
Di kesempatan terpisah, Prof. Dr. Sepus Fatem, M.Sc, akademisi Universitas Papua dan Tim Ahli Bupati Tambrauw bidang SDA dan MHA, menyatakan bahwa verifikasi yang diawali dengan lokakarya dan tinjauan lapangan merupakan langkah progresif dalam sinergitas antara Kabupaten Konservasi dan masyarakat adat untuk mencapai road map pengembangan Kabupaten Konservasi.
“Kami menargetkan bahwa pada akhir tahun 2024, sekitar lima wilayah adat marga akan ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Tambrauw melalui SK Bupati,” ujarnya.
Proses selanjutnya akan diusulkan ke pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dan KLHK untuk penetapan hutan adat, yang tentunya akan melalui berbagai tahapan, termasuk verifikasi kondisi lapangan, usulan luasan, tata batas, dan rencana bisnis dari masing-masing marga.
Prof. Sepus menambahkan bahwa salah satu faktor pendukung dalam pengakuan masyarakat hukum adat di Kabupaten Tambrauw adalah kemitraan yang kuat antara pemerintah daerah dan lembaga non-pemerintah dan perguruan tinggi, khususnya Fakultas Kehutanan, Universitas Papua.
“Pemerintah Kabupaten Tambrauw sangat tegas dalam perlindungan sumber daya alam dan pengakuan hak-hak masyarakat adat, yang menjadi modal utama dalam percepatan pembentukan perhutanan sosial, khususnya hutan adat,” tutupnya. (ALW/ON).