Orideknews.com, Manokwari, – Badan Pengelola Percepatan Pembangunan Papua (BP3OKP) Republik Indonesia Wilayah Papua Barat mengadakan pertemuan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat pada Senin, (14/10/24). Pertemuan ini mendapatkan informasi terkait alokasi anggaran, program kesehatan hingga perencanaan tahun 2025 yang diajukan oleh Dinas Kesehatan.
Anggota Pokja Papua Sehat BP3OKP RI Papua Barat, dr. Velix Duwit, menyampaikan pentingnya pencapaian tiga indikator utama dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat di Papua Barat. Tiga indikator tersebut adalah eliminasi malaria, peningkatan usia harapan hidup, dan pengurangan prevalensi stunting.
“Tentu ini menjadi perhatian kita. Kita sudah harus terlibat dalam proses perencanaan sehingga perlu melakukan koordinasi dengan instansi teknis, dalam hal ini Dinas Kesehatan tingkat provinsi.” ucap dr. Velix.
Ia menegaskan, pentingnya tindak lanjut dari koordinasi ini hingga ke tingkat dinas kesehatan kabupaten, termasuk rumah sakit dan puskesmas di seluruh Papua Barat.
“Supaya kita punya perencanaan yang sinkron dari tingkat provinsi hingga kabupaten, apa yang kita rencanakan harus betul-betul berkaitan dengan strategi kebijakan program dan kegiatan yang mengarah pada Papua sehat,” tambahnya.
Dr. Velix menjelaskan bahwa pencapaian indikator harapan hidup sangat penting, dengan harapan usia harapan hidup masyarakat Papua Barat dapat mencapai lebih dari 70 tahun.
Selain itu, upaya pengurangan stunting juga menjadi fokus, di mana prevalensinya harus dihilangkan, serta eliminasi malaria yang diharapkan dapat tercapai di seluruh kabupaten di Papua Barat.
Koordinasi yang baik diperlukan untuk mencapai tujuan ini. BP3OKP dapat memainkan peran penting dalam berkoordinasi dengan instansi teknis yang bertugas sebagai eksekutor program.
“Kami menghimbau Dinas Kesehatan Provinsi untuk melibatkan BP3OKP dalam perencanaan kerja 2025,” ujarnya.
“Rencana kerja dari Dinas Kesehatan Provinsi 2025 akan kami tindaklanjuti, dengan memantapkan strategi hingga program dan kegiatan yang mengarah pada pencapaian Papua Sehat,” tambah dr. Velix.
Rencana Induk Percepatan Papua, Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua, dan pedoman teknis dari Bappenas akan menjadi rujukan dalam menyusun perencanaan ini.
“Kita tinggal menyesuaikan apa yang menjadi rujukan dengan yang dibuat oleh dinas kesehatan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, sehingga Bappeda dapat mengikuti dengan baik,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Plt. Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Thomas Shagawari, mengungkapkan pentingnya kehadiran BP3OKP.
Ia menjelaskan, dengan adanya badan ini, pihaknya kini memiliki pemahaman yang lebih jelas mengenai porsi anggaran yang tidak dapat digeser sesuai dengan Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua (RAPPP).
“Selama ini kami tidak memiliki gambaran yang jelas mengenai anggaran. Bappeda menyampaikan anggarannya, dan kami tinggal mengikuti saja. Namun, dengan adanya BP3OKP, kami kini lebih memahami bahwa porsi anggaran kami sudah ditentukan,” ungkap Thomas.
Thomas berharap, kehadiran BP3OKP dapat mengawal program dan kegiatan yang diusulkan oleh Dinas Kesehatan.
Dia mengaku penting bagi mereka untuk memastikan anggaran tersedia agar rencana untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai secara maksimal.
“Dengan adanya badan ini, diharapkan dapat memfasilitasi kami, sehingga program dan kegiatan yang kami usulkan dapat terbiayai dan terlaksana dengan baik,” tambahnya.
Kepala Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan Papua Barat, Mercy, menyampaikan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat tahun 2024 mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencapai sekitar Rp200 miliar.
Untuk tahun 2024, anggaran yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat hanya sebesar Rp67,7 miliar. Penurunan anggaran ini disebabkan adanya pesta demokrasi Pilkada yang akan berlangsung pada tahun 2024.
Mercy, menyampaikan bahwa dari total anggaran Rp67,7 miliar, sekitar Rp22 miliar telah dialokasikan untuk belanja pegawai.
Kata dia, dana Spesifik Grand Otonomi Khusus yang diterima Dinas Kesehatan sebesar 1,20 persen atau sekitar Rp34 miliar digunakan untuk kegiatan fisik dan nonfisik. Dari total dana tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi juga telah memberikan dukungan kepada kabupaten lain melalui pengadaan dan kegiatan fisik.
“Kami mendapatkan informasi dari Bappeda Provinsi Papua Barat bahwa untuk tahun 2025, kami diminta untuk menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) Otsus dengan pagu anggaran yang sama seperti tahun ini,” ungkap Mercy.
Lanjutnya, jika mengikuti Rencana Kerja (Renja) tahun ini, Dinas Kesehatan akan mendapatkan pagu anggaran sekitar Rp34 miliar dari dana Otsus.
“Namun, dengan pagu anggaran yang terbatas tersebut, program-program yang kami rancang tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kami membutuhkan dana tidak hanya dari Spesifik Grand Otonomi Khusus, tetapi juga dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, yang sayangnya tahun ini tidak kami terima,” tutupnya. (ALW/ON).