JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) menggelar pelatihan sejuta penyuluh dan petani sebagai langkah mitigasi ancaman El Nino yang akan terjadi di Indonesia.
Pelatihan itu akan diselenggarakan di BPPP Lembang pada tangga 23-25 Mei 2013. Pelatihan ini penting agar sektor pertanian tak terpengaruh meski El Nino mulai melanda Indonesia akhir Mei ini hingga puncaknya pada September-Agustus mendatang. Demikian yang disampaikan dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring, Jumat (19/5/2023).
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengaku telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk mempersiapkan mitigasi menghadapi musim kemarau ekstrem atau El Nino yang diperkirakan akan mencapai puncaknya Agustus mendatang.
“Saya meminta kepada jajaran untuk menyiapkan langkah mitigasinya. Dan saya kira, langkah-langkah tersebut telah disiapkan dengan baik. Kita berharap dampak yang ditimbulkannya tidak akan mengganggu ketahanan pangan nasional,” kata Mentan Syahrul.
Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi menjelaskan, masa musim kemarau ekstrem mulai melanda Indonesia pada akhir Mei hingga awal Juni. Hanya saja, skalanya masih rendah.
“Fenomena ini akan semakin menguat, hingga puncaknya terjadi pada Agustus-September. Oleh karenanya, seluruh stakeholder pertanian harus mengerti dan paham apa itu El Nino,” terang Dedi.
Melalui pelatihan sejuta petani dan penyuluh ini Dedi berharap langkah mitigasi dan adaptasi yang telah disiapkan Kementan dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan. Sebab, air merupakan faktor produksi penting dalam pertanian.
“40 persen faktor peningkatan produktivitas pertanian itu berasal dari pengairan atau irigasi. Maka keberadaannya sangat vital. Oleh karenanya El Nino ini harus diantisipasi dengan baik, karena sebagian besar sistem pengairan pertanian kita mengandalkan curah hujan,” terang Dedi.
Jika air hujan berkurang, maka pertanian akan mengalami penurunan yang signifikan. Secara otomatis, produktivitas pertanian akan terancam.
Itu sebabnya, Dedi berharap melalui pelatihan ini petani, penyuluh dan insan pertanian paham dalam mengantisipasi serta melakukan tindakan mitigasi dan adaptasi terhadap El Nino, sehingga kita dapat meminimalisir dampaknya.
“Kalau kita paham mengantisipasinya, maka penurunan produktivitas tidak akan terjadi. Tapi kalau kita tidak paham, maka produktivitas pertanian kita akan turun signifikan,” tutur Dedi.
Dikatakannya, El Nino membuat curah hujan berkurang signifikan. Maka salah satu upayanya adalah mencari sumber pengairan alternatif, di antaranya adalah pemanfaatan ground water atau air tanah dan air permukaan seperti danau, kolam, sungai dan lain sebagainya.
“Yang harus diingat juga, pemanfaatan air itu harus efisien dan hemat. Sawah itu tak harus tergenang terus. Berarti penggunaan air di lahan pertanian kita harus efisien. Kadang digenangi, kadang dikeringkan. Oksidatif dan reduktif harus seimbang,” terang Dedi.
Di sisi lain, tanah yang berada di dekat akar harus relatif dalam kondisi lembab. Tujuannya agar pertanaman kita tetap segar. Oleh karenanya, harus dilakukan konservasi di wilayah tersebut.
“Bagaimana cara konservasinya? Bisa dengan menambahkan arang. 1 ton per hektare dia bisa memegang air 6 kubik. Di saat musim hujan dia dapat memegang air. Di saat musim kemarau air dilepaskan sedikit demi sedikit,” tutur Dedi.
Selanjutnya, untuk wilayah kering Dedi menyarankan agar menggunakan irigasi tetes. Sedangkan untuk sayur-mayur menggunakan irigasi springkle. Sedangkan untuk bibit, Dedi mengajak petani untuk menggunakan varietas unggul yang tahan terhadap kondisi kekeringan.
“Maka penting bagi penyuluh agar pahan efisiensi penggunaan air dan ini harus disampaikan kepada petani. Inilah strategisnya pelatihan sejuta petani dan penyuluh ini. Agar kita semua waspada. Jangan sampai kita kekurangan pangan. Kita harus siap dengan tindakan mitigasi dan adaptasi,” tandas Dedi.(MRN/RR/ON)