Orideknews.com, Manokwari – Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menerima laporan pengaduan Masyarakat Adat di beberapa Suku Asli Papua, di dataran Lembah Kebar, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat, Senin (26/02/2018).
“Pengaduan terkait dengan adanya dugaan “penyerobotan” tanah adat milik adat 6 marga suku asli Mpur-Kebar atas nama Marga Amawi, Marga Wasabiti, Marga Wanimeri, Marga Kebar dan Marga Arumi yang diduga dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta yang bergerak di sektor perkebunan bernama PT.Bintuni Agro Prima Perkasa (BAPP),”kata Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy melalui prees releasenya yang diterima orideknews.com, Senin (27/02/2018).
Yan Christian Warinussy mengatakan, Semuel Ariks bersama-sama dengan Kepala Kampung Anjai Mathias Anari dan didampingi Kepala Distrik Kebar David Anari telah membeberkan sejumlah hal yang menurut penilaian masyarakat adat pemilik tanah di lembaha Kebar dilanggar oleh PT.BAPP tersebut.
Bahkan dia mengemukakan, perusahaan perkebunan Kepala Sawit tersebut memperoleh ijin pembukaan kebun yang yang ternyata berisi tanaman jagung dan terus melakukan perluasan areal kerjanya dengan melakukan penebangan sejumlah tanaman jangka panjang produktif milik masyarakat adat Kebar tanpa memberi ganti-rugi sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Maka, kata Warinussy, pihaknya menduga keras pemberian ijin lokasi bagi PT.BAPP tersebut cenderung telah melanggar hak-hak masyarakat adat Mpur-Kebar yang telah diakui dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013.
Pasalnya, ternyata perusahaan PT.BAPP tersebut telah memperoleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat DIkonversi Untuk Perkebunan Kepala Sawit di Kabupaten Tambrauw. Provinsi Papua Barat seluas kurang lebih 19, 3 hektar yang bertentangan dengan amanat Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pokok-pokok Kehutana Republik Indonesia.
“Utamanya setelah dirubahnya Undang Undang tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 Tanggal 16 Mei 2013 tersebut,”jelasnya.
Untuk itu, katanya, LP3BH segera melakukan langkah hukum dan menginvestigasi masalah tersebut untuk menyusun strategi pembelaan dan advokasi hak-hak masyarakat adat Mpur-Kebar tersebut dengan merangkul Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay dan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP PB).
“Berkenaan dengan itu, kami mendesak Bupati Tmbrauw dan Gubernur Papua Barat untuk mencabut ijin operasional dari PT.BAPP tersebut demi melindungi hak-hak dan kepentingan hukum Masyarakat Adat Mpur di dataran Kebar sesuai amanat Pasal 43 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua yang telah dirubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008,”tandas pembela HAM di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy. (RED/ON)