Orideknews.com, MANOKWARI– Hutan manggrov di Provinsi Papua Barat yang terbesar dan masih utuh berada di Kabupaten Teluk Bintuni, Sorong Selatan dan Kaimana, termasuk Raja Ampat, Wondama, Kaimana. Hutan mangrove salah satu tanaman yang berada di pesisir dan daratan Papua Barat, namun paling banyak mangrove tumbuh di pesisir.
Sedangkan daerah lain, seperti Kabupaten Manokwari sudah rusak dan sebagian hutan mangrove sudah disulap untuk kawasan pembangunan. Contoh hutan bakau atau kata lain hutan mangrove yang berada di daerah Rendani sudah ditebang untuk kepentingan pembangunan.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, F.H Runaweri. Dirinya menjelaskan, ada program rehabilitasi tanaman mangrove yang terus dilakukan setiap tahun anggaran untuk kembangkan.
“Hutan mangrove yang terbesar dan luas ada di Teluk Bintuni dan Kaimana, Sorsel. Dimana tiga daerah tersebut masih terbilang hutan paling terbesar di daerah Papua Barat, sedangkan daerah sudah rusak,” kata Runaweri saat ditemui di Arfai, Manokwari, Kamis (14/12).
Untuk diketahui bahwa hutan mangrove tumbuh di pesisir dan kawasan yang berrawa, termasuk hutan mangrove menjadi penyanggah ketika terjadi gelombang laut, disisi lain pohon bakau sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan satu daerah. Bahkan hutan mangrove menjadi kawasan berwisata. “Data kerusakan hutan mangrove secara pasti karena kerusakan kita tidak bisa memastikan,” katanya.
Jangan Jadi Penonton di Hutan Adatnya
Masyarakat adat yang mendiami hutan Provinsi Papua Barat menjadi penoton, alasan masyarakat adat menjadi penonton karena permasalahan aturan yang menyebabkan masyarakat adat tidak bisa berbuat banyak, sehingga pihak ketiga yang datang menguasai hutan. Pasalnya mereka mendapat ijin resmi dari pemerintah tentang pungutan kayu.
Oleh karena itu masyarakat adat sudah saatnya menjadi pelaku di hutan adat mereka sendiri, maka dinas kehutanan provinsi Papua Barat sedang merancang peraturan khusus yang dapat membantu masyarakat adat.
Dimana masyarakat adat dari perwakilan daerah akan di undang pada Jumat, 15 Desember 2017, (besok) akan membicarakan tentang peraturan yang sudah dirancang bersama-sama narasumber dari provinsi, kabupaten dan kementerian.
Dijelaskan Runaweri bahwa setelah pembahasan dalam pertemuan yang akan dilaksanakan selesai, maka mereka akan melaporkan kepada gubernur dan diantar bersama-sama mengahadap kementerian kehutanan untuk sampaikan rancangan peraturan tersebut.
“Tujuan dibentuknya rancangan ini agar membantu masyarakat dalam mengola hutan adatnya sendiri, sebab ketika peraturan ini selesai, maka silahkan masyarakat manfaatkan sendiri, sehingga apakah mereka mau kerjasama dengan pihak ketiga untuk kelola hutan adat ataukah mereka kelolala sendiri,” katanya.
Lanjutnya bahwa masyarakat adat mendapat kewenangan mengola hutan sekitar 5000 hingga 10000 ribu hektar sesuai dengan aturan yang akan disingkronkan. Bahkan didalam aturan itu sudah jelas bahwa akan mendapat perlindungan pengelolaan hutan bagi masyarakat adat. Selain membahas tentang peraturan bagi masyarakat adat, pihaknya akan evaluasi tentang pergub peredaran kayu di daerah Papua Barat.
“Nanti setelah pertemuan ini, maka kita akan melaporkan kepada gubernur. Namun lebih jelasnya saat pertemuan akan mendapat masukan dari peserta dan memberikan masukan untuk penguatan aturan,” tambah Runaweri. [***]