Senin, Desember 29, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Sejumlah Hal Hambat Capaian Target Program Imunisasi di Provinsi Papua Barat

Orideknews.com, Manokwari – Target nasional capaian imunisasi sebesar 100 persen dinilai sulit dicapai di Provinsi Papua Barat. Selain kondisi geografis yang berat dan masih adanya penolakan dari sebagian masyarakat, kebijakan efisiensi anggaran pada tahun 2025 juga berdampak signifikan terhadap layanan imunisasi, khususnya di wilayah terpencil.

Berbagai faktor tersebut menjadi tantangan utama dalam pemenuhan status imunisasi dasar lengkap (IDL) bagi anak-anak. Meski demikian, Dinkes Papua Barat tetap berkomitmen meningkatkan cakupan imunisasi secara bertahap.

Pengelola Program Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Hendrik Marisan, S.Km.,M.Km mengatakan secara prinsip pihaknya terus berupaya mengejar target nasional, namun realitas di lapangan menunjukkan tantangan yang tidak mudah diatasi dalam waktu singkat.

“Permasalahan di Papua Barat adalah apakah kami bisa mencapai 100 persen. Pada intinya kami konsisten berusaha, tetapi masih ada masyarakat yang menolak dan juga faktor geografis,” ujar Hendrik di Manokwari, Senin, (29/12/25).

Ia menjelaskan, kondisi geografis Papua Barat yang terdiri dari wilayah kepulauan, pegunungan, dan daerah pedalaman sangat memengaruhi cakupan pelayanan imunisasi. Banyak wilayah hanya dapat dijangkau melalui jalur laut, sungai, atau perjalanan darat yang panjang dan membutuhkan biaya operasional besar.

Menurut Hendrik, tantangan geografis tersebut berpengaruh langsung terhadap kelengkapan status imunisasi anak. Hal ini karena imunisasi dasar lengkap tidak diberikan dalam satu kali pelayanan, melainkan melalui rangkaian imunisasi sesuai usia anak.

“Status imunisasi dasar lengkap itu tidak ditentukan oleh satu kali pelayanan saja. Anak harus menerima rangkaian imunisasi secara utuh. Kalau kita bicara daerah geografis sulit, ini sangat menentukan apakah status imunisasi anak bisa lengkap atau tidak,” jelasnya.

Selain faktor geografis, penolakan dari sebagian masyarakat juga masih menjadi persoalan serius. Hendrik menyebut, penolakan imunisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kurangnya pemahaman, kepercayaan tertentu, hingga kekhawatiran terhadap efek samping vaksin.

“Masih ada masyarakat yang menolak, dan ini juga menjadi tantangan kami. Ketika anak tidak diizinkan untuk diimunisasi, otomatis status imunisasi dasarnya tidak bisa lengkap,” katanya.

Di sisi lain, Hendrik mengungkapkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pada tahun 2025 turut memperberat upaya pelayanan imunisasi, terutama di daerah dengan kondisi geografis sulit. Keterbatasan anggaran operasional membuat tenaga kesehatan di puskesmas kesulitan menjangkau anak-anak di wilayah terpencil.

“Secara operasional di tahun 2025 ini memang menjadi sedikit terhambat karena efisiensi. Teman-teman di puskesmas tidak punya cukup operasional untuk menjangkau daerah sulit,” ujarnya.

Kata Hendrik, karakteristik wilayah Papua Barat menuntut dukungan biaya operasional yang besar, mulai dari bahan bakar untuk transportasi laut hingga kebutuhan logistik bagi tenaga kesehatan yang harus berjalan kaki menembus hutan dan pegunungan.

“Ada daerah pulau yang butuh BBM untuk transportasi laut, ada daerah hutan dan pegunungan yang harus ditempuh dengan jalan kaki. Ini membutuhkan biaya besar, sementara operasional yang tersedia tidak seimbang dengan beban kerja teman-teman di puskesmas,” jelas Hendrik.

Menurutnya, keterbatasan anggaran tidak hanya memengaruhi mobilitas tenaga kesehatan, tetapi juga berdampak langsung pada cakupan imunisasi dasar lengkap. Anak-anak di wilayah terpencil berpotensi tidak mendapatkan layanan imunisasi secara lengkap dan tepat waktu.

“Ketika operasional terbatas, pelayanan ke daerah sulit menjadi tidak maksimal. Ini tentu berpengaruh pada capaian imunisasi dan status imunisasi anak,” katanya.

Meski menghadapi berbagai kendala tersebut, pihaknya tetap berkomitmen meningkatkan cakupan imunisasi. Ia berharap Pemerintah daerah terus mendorong puskesmas dan tenaga kesehatan melakukan pendekatan persuasif melalui edukasi kepada masyarakat serta memaksimalkan pelayanan di wilayah yang masih dapat dijangkau.

Dengan mempertimbangkan kondisi geografis, sosial, dan keterbatasan anggaran, Hendrik menyebutkan bahwa target capaian imunisasi di Papua Barat ditetapkan secara realistis. Pihaknya menargetkan cakupan imunisasi dapat mencapai di atas 90 persen, meskipun target nasional 100 persen dinilai sulit dicapai.

“Kemungkinan untuk mencapai 100 persen sangat berat, tetapi kami tetap menargetkan capaian di atas 90 persen. Itu target yang masih bisa kami kejar dengan kondisi Papua Barat saat ini,” ujarnya.

Hendrik kembali berharap ke depan dukungan anggaran dan operasional pelayanan kesehatan, khususnya di tingkat puskesmas, dapat diperkuat agar tenaga kesehatan mampu menjangkau wilayah geografis sulit secara lebih optimal. (ALW/ON).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles

error: Hati-hati Salin Tanpa Izin kena UU No.28 Tahun 2014 Tentang HAK CIPTA dan/atau UU RI No.19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)