Orideknews.com, Manokwari — Pemerintah Provinsi Papua Barat resmi meluncurkan Identitas Kependudukan Digital bagi Orang Asli Papua (IKD-OAP), sebuah langkah bersejarah yang menjadi tonggak pertama di Tanah Papua dan di Indonesia.
Peluncuran yang digelar Jum’at, (22/11/25) ini disebut sebagai momen penting dalam upaya percepatan transformasi digital layanan kependudukan.
Peluncuran inovasi layanan IKD OAP yang berkolaborasi dari data SIAK+ dan Dinas Dukcapil Papua Barat mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Namun Rektor Universitas Papua, Dr.Hugo Warami meminta ada kajian secara komprehensif terkait dampak penerapannya, khususnya di wilayah-wilayah yang mayoritas dihuni Orang Asli Papua (OAP).
Menurut pandangan Rektor, inovasi digital ini memang merupakan langkah maju, namun perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan riak sosial yang dapat mengganggu stabilitas di Tanah Papua.
“Kita perlu melihat ini secara seksama dalam kepentingan yang lebih besar. Di kantong-kantong OAP yang hampir 100 persen, kebijakan ini bisa menimbulkan riak kecil yang mempengaruhi stabilitas. Namun di wilayah yang komposisi OAP dan non-OAP berimbang, mungkin tidak begitu mengganggu,” ujarnya.
Ia menegaskan, NKRI sebagai rumah bersama harus dirawat dalam semangat kemajemukan. Setiap kebijakan terkait klasifikasi OAP perlu dijalankan secara hati-hati agar tidak dimanfaatkan pihak tertentu untuk memecah belah masyarakat.
“Jika tidak kita jaga, bisa saja ada pihak yang mengambil manfaat dari pemilahan identitas OAP untuk kepentingan lain. Bahkan ada yang bisa memunculkan narasi ekstrem seperti genocide atau isu disintegrasi bangsa. Ini sangat berbahaya,” pesan Hugo.
Selain potensi kerawanan tersebut, muncul juga pertanyaan terkait pencantuman asal suku dalam identitas kependudukan. Menurutnya, hal ini memiliki dua sisi.
Di satu sisi, pencantuman asal suku dapat menjadi ruang afirmasi bagi suku-suku yang selama ini kurang terlihat dalam pembangunan nasional. Namun di sisi lain, hal ini juga dapat memicu dinamika baru terkait dominasi suku tertentu.
“Ini bisa membuka potensi konflik antarsuku. Akan terlihat suku yang dominan dan yang tidak dominan. Dalam teori kekuasaan, itu bisa membentuk stigma ‘super power’ dan ‘non-super power’. Juga bisa membuat suku minoritas merasa diabaikan,” jelasnya.

Ia menyebut potensi ini akan semakin besar seiring penerapan kebijakan klasifikasi OAP di enam provinsi di Tanah Papua. Karena itu, seluruh pihak diminta untuk melihat aspek positif sekaligus risiko yang ada.
“Mari kita rawat kebersamaan ini, jangan sampai dimanfaatkan untuk kepentingan yang dapat mengganggu keutuhan bangsa. Kita harus memastikan euforia klasifikasi OAP tidak berubah menjadi konflik atau ancaman disintegrasi,” terang Hugo.
Sementara, Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan mengaku sistem identitas digital ini bertujuan mempermudah akses layanan publik, meningkatkan keamanan data, mempercepat validasi identitas, serta mengurangi risiko kehilangan atau kerusakan dokumen fisik.
“Dengan IKD, seluruh data kependudukan tersimpan secara digital sehingga masyarakat tidak lagi bergantung pada dokumen fisik. Sistem ini juga mendukung validasi data bagi pelayanan bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, serta administrasi lainnya,” ujar Gubernur.
Menurutnya, penerapan IKD sejalan dengan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat, khususnya terkait tata kelola pemerintahan yang baik dan optimalisasi otonomi khusus untuk meningkatkan kesejahteraan OAP melalui penyediaan data terpilah sebagai dasar perencanaan pembangunan.
Gubernur menyampaikan, tiga Fokus Implementasi yakni Inklusivitas, Keamanan Data, dan Kolaborasi. Pemerintah kabupaten lanjut Gubernur, diminta memberikan pendampingan khusus kepada masyarakat di wilayah pedalaman, kepulauan, dan komunitas adat agar tidak ada warga Papua Barat yang tertinggal.
Dinas Dukcapil di semua tingkatan wajib menjamin perlindungan dan keamanan data pribadi. Perbankan, dunia usaha, lembaga pendidikan, rumah sakit, dan instansi pemerintah diharapkan terhubung optimal dengan sistem IKD.
Selain itu, para bupati dan kepala Dinas Dukcapil diminta mempercepat perekaman KTP elektronik. Layanan jemput bola diperluas ke daerah terpencil, kampung, dan komunitas adat, dengan prioritas pada pemilih pemula, warga belum terekam, lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat di wilayah 3T.
“Perekaman e-KTP sebagai fondasi penting untuk perencanaan pembangunan, layanan kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, hingga persiapan pemilu dan pilkada,” terang Gubernur.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Teguh Setyabudi, menyatakan kehadiran IKD-OAP merupakan capaian strategis yang tidak hanya berarti bagi Papua Barat, tetapi bagi arah pembangunan nasional.
“Kenapa ini bersejarah? Karena untuk pertama kali IKD-OAP ada, dan pertama pula di Tanah Papua. Ini baru kali ini kita launching, dan mudah-mudahan bisa menjadi role model bagi provinsi lainnya di Tanah Papua,” ujarnya.
Kata Teguh, Papua Barat memiliki posisi khusus dalam konteks administrasi kependudukan nasional karena karakter wilayah yang luas, keberagaman budaya, serta tantangan geografis yang menuntut inovasi dan pendekatan pelayanan publik yang kreatif.
Ia juga memberi apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat, jajaran dinas Dukcapil, para tokoh adat dan agama, serta berbagai pihak yang telah mendukung peluncuran IKD-OAP.
Menurutnya, komitmen Provinsi Papua Barat membuktikan bahwa transformasi digital bukan hanya milik daerah perkotaan.
“Digitalisasi bukan hanya milik kota besar, tetapi milik seluruh penduduk, termasuk masyarakat di pulau-pulau dan wilayah khusus seperti Papua Barat,” katanya.
Dalam paparan teknis soal IKD, Teguh menjelaskan identitas digital kini menjadi bagian penting dari Digital Public Infrastructure (DPI) yang menghubungkan penduduk dengan berbagai layanan publik.
Saat ini, jumlah pengguna IKD secara nasional telah mencapai 16,8 juta orang per 4 November 2025. IKD tidak hanya menggantikan KTP-el fisik, tetapi memberikan keamanan lebih tinggi melalui enkripsi, integrasi biometrik, serta akses cepat terhadap layanan seperti pencetakan Kartu Keluarga, biodata penduduk surat pindah, pengurusan KIA dan pencetakan dokumen melalui mesin ADM.
“Negara bergerak menuju pelayanan yang lebih modern, responsif, dan adaptif,” tegas Teguh.
Dirjen Dukcapil juga menyampaikan bahwa data OAP memiliki fungsi strategis dalam kebijakan afirmasi di sektor sosial, ekonomi, pendidikan, hingga politik.
Pendataan OAP dilakukan dengan standar tinggi melalui verifikasi biometrik, keterhubungan dengan NIK, integrasi dengan SIAK dan pencatatan genealogis sesuai suku dan marga.
“Keakuratan data OAP sangat penting untuk mencegah kesalahan identifikasi dan memastikan keadilan dalam distribusi program pemerintah,” jelasnya.
IKD-OAP disebut sebagai instrumen penting untuk memperkuat integrasi data OAP ke dalam sistem nasional. Teguh menyampaikan jumlah penduduk Papua Barat berdasarkan data SIAK+ mencapai 580.582 jiwa yang terdiri dari 299.111 laki-laki dan 281.464 perempuan.
Kata Teguh, Kabupaten Manokwari menjadi wilayah dengan jumlah penduduk terbesar, yakni 206.411 jiwa, disusul Kota Sorong. Capaian rekaman KTP-el di Papua Barat saat ini berada di angka 85,24%, sedikit di bawah capaian nasional sebesar 97,07%. Karena itu, ajakan Gubernur Papua Barat untuk mempercepat layanan jemput bola dan penuntasan rekaman dinilai sangat penting.
Teguh berharap IKD-OAP menjadi instrumen yang memberi kepastian identitas bagi masyarakat adat Papua, sekaligus meminimalkan risiko manipulasi data dan identitas ganda yang selama ini menjadi hambatan distribusi program afirmasi.
“Dengan terhubung langsung ke data pusat dan berbasis biometrik, IKD-OAP kami yakin perkuat akurasi dan keadilan bagi layanan kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, perbankan, hingga kegiatan ekonomi,” tutup Teguh. (ALW/ON).


