Orideknews.com, Manokwari — Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, menyoroti serius kondisi layanan kesehatan di Papua Barat saat melakukan kunjungan kerja bersama rombongan Komite III DPD RI ke RSUP Papua Barat, Kamis (6/11/2025).
Dalam kunjungan tersebut, Filep menegaskan bahwa kualitas layanan kesehatan adalah cerminan utama pembangunan daerah, bukan hanya infrastruktur perkotaan semata.
“Wajah satu provinsi atau kabupaten itu bukan banyaknya lampu atau toko. Wajahnya adalah rumah sakit. Kalau rumah sakitnya bagus dan berkualitas, itu menjamin masyarakat bisa selamat,” tegasnya.
Filep mengaku prihatin karena kondisi fasilitas dan tenaga kesehatan di RSUP Papua Barat masih jauh dari memadai. Ia menyampaikan bahwa selama ini masyarakat termasuk pejabat seringkali tak memiliki pilihan selain bergantung pada rumah sakit provinsi dan kabupaten ketika mengalami kondisi darurat.
“Kalau kita sakit hari ini, tidak mungkin kita punya uang untuk langsung ke Jakarta atau Singapura. Harus bergantung pada rumah sakit daerah. Banyak pejabat pun meninggal di sini karena fasilitas terbatas. Ini harus menjadi peringatan,” ujarnya.
Filep menilai, tanpa gerakan nyata dari berbagai pihak, kondisi pelayanan kesehatan tidak akan berubah. Karena itu, ia memilih turun langsung mengecek fasilitas dan kondisi lapangan.
“Saya tidak jalan dengan rombongan besar. Saya turun sendiri ke rumah sakit malam hari. Kita semua punya kewajiban memperbaiki pelayanan kesehatan,” katanya.
Ia menyatakan masalah kesehatan di Papua Barat harus dibawa langsung ke Kementerian Kesehatan untuk mendapat perhatian khusus.
Menurutnya, hasil peninjauan lapangan menunjukkan sejumlah catatan penting, antara lain Kerusakan fasilitas dan peralatan medis, Kekurangan tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis dan Minimnya penganggaran daerah untuk kebutuhan operasional rumah sakit.
Filep mengungkapkan, anggaran kesehatan Papua Barat sebenarnya memiliki dua sumber besar, yaitu Dana Otsus (15% untuk kesehatan) dan DBH Migas (30% dialokasikan untuk kesehatan).
Ia menilai, bila anggaran besar ini dikelola optimal, tidak seharusnya fasilitas kesehatan di Papua Barat dalam kondisi memprihatinkan.
“Kita sudah perjuangkan agar DBH Migas 30% masuk ke kesehatan. Jadi kalau anggaran di Dinas Kesehatan kecil, itu harus dinormalisasi sesuai persentase yang sudah ditetapkan,” tuturnya.
Filep meminta Dinas Kesehatan dan manajemen RSUP Papua Barat segera menyiapkan laporan lengkap kebutuhan rumah sakit, termasuk perincian mana program yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan dan mana yang menjadi tanggung jawab APBD provinsi.
Dalam peninjauan di lapangan, Filep menemukan sejumlah temuan serius, termasuk kekurangan tenaga medis di bidang vital seperti anestesi.
“Tadi saya lihat ada empat alat di ruang bedah, tapi penata anestesinya tidak ada. Ini tidak boleh terjadi,” ujarnya.
Ia akan meminta Gubernur Papua Barat untuk membuka formasi kontrak atau mengajukan tenaga medis sesuai mekanisme yang diizinkan, dan meminta dukungan Kementerian Kesehatan untuk penyediaan dokter spesialis melalui berbagai skema nasional.
Filep menyampaikan bahwa seluruh temuan dan keluhan ini akan menjadi bahan utama dalam rapat Komite III DPD RI dengan Menteri Kesehatan pada 14 November 2025.
“Kami akan sampaikan langsung kepada Menteri. Papua Barat butuh perhatian khusus. Kekurangan dokter harus segera diatasi,” ucapnya.
Filep menambahkan, harus ada komitmen kuat pemerintah daerah dan pusat sehingga pelayanan kesehatan Papua Barat bisa mengalami lonjakan kualitas.
“Kalau kita serius dan konsisten, semua bisa. Dokter mata, dokter jantung, dokter tulang semua bisa kita hadirkan. Tinggal kemauan pemerintah daerah,” pungkasnya. (ALW/ON).



