Orideknews.com, MANOKWARI, – Rencana pembangunan Gardu Induk (GI) 150 kV, Menara Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), dan Transmisi Line (TL) di atas lahan bekas Ranch Peternakan di Amban, Manokwari, menuai perhatian publik.
Lahan tersebut sebelumnya dihibahkan oleh Pemerintah Kabupaten Manokwari kepada PT PLN UIP MPA UPP Papua Barat untuk mendukung penguatan sistem kelistrikan di wilayah Manokwari.
Gardu induk yang sedang dibangun ini berlokasi di samping Puskesmas Amban dan berdekatan dengan permukiman warga serta asrama mahasiswa, sehingga menimbulkan kekhawatiran masyarakat terkait potensi dampak lingkungan dan kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, bergerak cepat dengan menggelar pertemuan antara pihak PLN, masyarakat terdampak, dan instansi terkait di Kantor Perwakilan DPD RI Papua Barat, Kompleks Borobudur Manokwari, Selasa (21/10/25).
Pertemuan itu turut dihadiri oleh Kepala Ombudsman Perwakilan Papua Barat, Amos Atkana, serta perwakilan dari Pemda Manokwari, Distrik, dan Kelurahan Amban.
Dalam pertemuan tersebut, Filep menyampaikan
bahwa pembangunan infrastruktur kelistrikan merupakan langkah strategis pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Ia menilai, ketersediaan daya listrik yang memadai menjadi kunci penting dalam menarik investasi ke Papua Barat.
“Manokwari ini salah satu daerah yang masih menghadapi persoalan daya listrik yang belum cukup. Karena itu, langkah PLN dan pemerintah dalam menghadirkan listrik berdaya tinggi patut diapresiasi. Namun, di sisi lain kita juga tidak bisa mengabaikan kekhawatiran masyarakat,” ujar Filep.
Senator asal Papua Barat itu menegaskan agar PLN tidak menjadikan jalur hukum sebagai solusi utama, melainkan membuka ruang dialog terbuka dan transparan bersama masyarakat terdampak.
“Tugas PLN dan pemerintah adalah menjamin rasa aman warga. Masyarakat Amban wajar merasa khawatir terhadap kemungkinan dampak radiasi atau risiko bencana dari pembangunan gardu ini,” ucapnya.
Filep juga mempertanyakan keabsahan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang digunakan sebagai dasar proyek tersebut. Menurutnya, Amdal hanya dapat dijadikan rujukan kuat apabila disusun oleh ahli yang berkompeten dan melalui proses riset ilmiah yang benar.
“Kalau Amdal dibuat oleh pihak yang tidak memiliki keahlian, tentu hasilnya patut diragukan. Karena itu, saya mendorong PLN menunjuk ahli independen yang memiliki lisensi dan kemampuan profesional untuk melakukan riset ulang terhadap hal-hal yang dikhawatirkan masyarakat,” ungkapnya.
Filep juga menilai kurangnya komunikasi antara PLN dan warga sekitar proyek. Ia menyebut perusahaan semestinya memberikan ruang dialog dan mencari solusi terbaik, bukan justru memaksakan pendekatan teknis atau hukum.
“Kalau masyarakat tidak merasa nyaman dan aman, jangan dibenturkan dengan hukum. PLN seharusnya hadir sebagai mitra masyarakat, bukan lawan,” tegasnya lagi.
Dalam pertemuan tersebut, Filep menyampaikan bahwa DPD RI akan mengirim surat resmi kepada PLN untuk meminta penjelasan dan tindak lanjut terkait sejumlah poin penting yang disampaikan masyarakat. Ia memberikan batas waktu hingga 4 November 2025 bagi PLN untuk memberikan jawaban dan komitmen penyelesaian.
“Jika PLN tidak mampu menuntaskan persoalan ini, maka tidak menutup kemungkinan DPD RI akan turun tangan langsung sesuai kewenangan yang dimiliki,” tandasnya. (ALW/ON).




