Orideknews.com, Manokwari, – Universitas Papua (Unipa) sukses menyelenggarakan Seminar Nasional 2025 bertema “Satu Abad Peradaban Pendidikan bagi Orang Papua di Tanah Papua” yang berlangsung di Aula Unipa pada 13–14 Oktober 2025.
Kegiatan ini menjadi momen penting dalam merefleksikan perjalanan panjang pendidikan orang asli Papua (OAP) serta merumuskan arah pembangunan sumber daya manusia menuju masa depan yang berdaya dan mandiri.
Ketua Panitia Pelaksana yang juga Wakil Rektor I Unipa, Prof. Dr. Jonni Marwa, S.Hut., M.Si., IPU, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Rektor Unipa serta seluruh narasumber atas kontribusi pemikiran yang diberikan selama dua hari pelaksanaan seminar.
“Seminar ini menjadi wadah penting untuk menyatukan pandangan tentang peradaban pendidikan di Tanah Papua dari masa lalu, masa kini, hingga masa depan,” ujar Prof. Marwa saat membacakan resume hasil seminar.
Dalam resume hasil seminar, disebutkan pendidikan orang Papua pada masa lalu telah dirintis berdasarkan ajaran dan catatan I.S. Kijne, yakni mendidik orang Papua agar kelak mampu mendidik dan membangun bangsanya sendiri berlandaskan Injil.
Model pendidikan pada masa itu berbasis asrama dengan kurikulum yang menyesuaikan budaya lokal Papua. Kini, hasil pendidikan tersebut telah melahirkan generasi Papua yang berperan dalam bidang pemerintahan, parlemen, gereja, dan lembaga masyarakat. Namun, masih banyak tantangan yang dihadapi dunia pendidikan di Tanah Papua, seperti rendahnya tingkat kehadiran guru di daerah pedalaman serta anak-anak usia sekolah yang harus membantu ekonomi keluarga, sehingga program pendidikan gratis pemerintah belum optimal.
Dalam resume itu, Prof. Marwa menjelaskan, masa depan pendidikan Papua harus berorientasi pada pendidikan kontekstual yang berbasis iman, budaya, keluarga, dan kemajuan teknologi.
“Pendidikan berbasis kearifan lokal harus diintegrasikan dalam kurikulum sekolah. Anak-anak Papua perlu dibiasakan membaca, menulis, dan berpikir kritis, serta diarahkan untuk menguasai teknologi dan kecerdasan buatan (AI),” katanya.
Resume itu mengingatkan pentingnya mengadopsi sistem pendidikan berbasis asrama dengan manajemen yang baik seperti yang pernah diterapkan di SPG dan Vilanova, untuk membentuk karakter disiplin dan tangguh.
Seminar juga menyoroti peran penting gereja dan lembaga keagamaan dalam membentuk karakter serta kualitas manusia Papua. Gereja didorong untuk menjadi motor penggerak perubahan sosial dan ekonomi melalui lembaga komersial yang membantu pengelolaan ekonomi jemaat.
Budaya Papua, menurut hasil seminar, tidak boleh dihapuskan, melainkan harus direkulturasi diperbaharui tanpa menghilangkan nilai-nilai luhur yang memuliakan Tuhan.
“Gereja perlu mengintegrasikan tarian dan nyanyian simbol budaya Papua dalam ibadah sebagai bentuk penghormatan terhadap identitas budaya,” demikian salah satu butir rumusan.
Hasil dan rekomendasi dari seminar ini akan menjadi bahan kontribusi dalam perayaan Satu Abad Peradaban Orang Papua yang akan digelar di Teluk Wondama pada 25 Oktober 2025 mendatang.
“Sinergi antara gereja, akademisi, dan pemerintah adalah kunci kebangkitan SDM Papua. Sabda Kijne ‘Bangkit, Belajar, dan Pimpin Dirimu Sendiri’ harus menjadi landasan dalam membangun pendidikan yang berakar pada nilai ilahi dan budaya,” tambah Prof Marwa.

Sementara itu, Rektor Universitas Papua, Prof. Dr. Hugo Warami, menegaskan bahwa, seminar nasional ini merupakan bagian dari “tanda heran” menuju perayaan 100 tahun warisan pendidikan dari I.S. Kijne.
“Seminar nasional ini adalah bagian dari kontribusi kita. Atas nama Universitas Papua, saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam kegiatan ini,” ujar Prof. Warami.
Ia menyebut, pelaksanaan seminar menjadi momentum penting untuk melanjutkan semangat dan pemikiran Kijne yang telah menanamkan nilai-nilai dasar pendidikan bagi orang Papua.
“Kita telah memulai cerita itu, memulai sejarah itu. Kita yang ada saat ini mewakili I.S. Kijne melanjutkan apa yang ia kerjakan, pikirkan, dan rasakan tentang bangsa Papua,” tutur Warami.
Menurutnya, apa yang diperbincangkan dan dirumuskan hari ini akan menjadi cerita baru bagi generasi berikutnya pada seratus tahun kedua.
“Di 100 tahun mendatang, orang lain akan berbicara tentang apa yang kita kerjakan hari ini tentang pikiran Kijne mengenai asrama, pendidikan, dan kota emas yang ia bayangkan,” tambahnya.
Hasil seminar ini akan menjadi bahan kontribusi bagi perayaan Satu Abad Peradaban Orang Papua yang akan digelar di Teluk Wondama pada 25 Oktober 2025 mendatang.
“Sinergi antara gereja, akademisi, dan pemerintah adalah kunci kebangkitan SDM Papua. Sabda Kijne Bangkit, Belajar, dan Pimpin Dirimu Sendiri harus menjadi dasar membangun pendidikan Papua yang berakar pada iman dan budaya,” pesan Prof Warami. (ALW/ON).




