Orideknews.com, Teluk Bintuni – Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, mengenang masa kecilnya yang kerap terserang malaria hampir setiap minggu pada era 1955 hingga 1970-an. Saat itu, obat modern belum tersedia luas, sehingga masyarakat mengandalkan ramuan tradisional dari alam.
“Kalau sakit malaria, orang tua kasih kita rebusan kulit kayu susu. Waktu masih kecil, umur 3–4 tahun, kita dipaksa minum. Rasanya pahit bisa terasa sampai seminggu,” tutur Mandacan saat membuka Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) di Teluk Bintuni, Selasa, (26/8/25).
Selain kulit kayu, tanaman seperti cocor bebek juga digunakan untuk menurunkan panas tinggi akibat malaria. Hingga kini, kata Mandacan, tanaman-tanaman itu masih ditanam di pekarangan rumah.
Meski ramuan alam membantu, Mandacan menegaskan bahwa pengobatan modern tetap lebih efektif dan aman. Ia mencontohkan pengalamannya saat bertugas sebagai camat di Waropen pada 1998.
Saat terserang malaria, seorang mantri kesehatan bermarga Kaiwai memberinya suntikan kombinasi obat. Sejak itu, ia tidak lagi pernah mengalami malaria.
“Mantri bilang, kalau sudah suntik, saya tidak akan kena malaria lagi. Puji Tuhan, sampai hari ini memang saya tidak pernah kena lagi,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur mengimbau masyarakat Papua Barat untuk mencegah malaria dengan cara menggunakan kelambu dan menghabiskan obat sesuai anjuran dokter jika terdiagnosis positif.
Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah akan membagikan kelambu secara massal pada September–Oktober 2025 di tiga kabupaten dengan endemis tinggi, yakni Manokwari, Manokwari Selatan, dan Teluk Wondama.
“Ini wujud nyata kehadiran pemerintah. Saya berharap pembagian kelambu ini benar-benar dimanfaatkan masyarakat agar upaya pencegahan malaria bisa berhasil,” tegasnya. (ALW/ON).