Orideknews.com, Teluk Bintuni, – Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Dinas Kesehatan menggelar Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) 2025 di Sasana Karya, Kantor Bupati Teluk Bintuni, pada 25–27 Agustus 2025. Kegiatan yang mengusung tema “Akselerasi dan Transformasi Kesehatan Menuju Papua Barat Sehat” ini resmi dibuka oleh Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, didampingi Bupati Teluk Bintuni, Yohanis Manibuy.
Dalam momen itu, Gubernur Mandacan mencanangkan pembagian kelambu massal, ia mengimbau masyarakat Papua Barat untuk mencegah malaria dengan cara menggunakan kelambu dan menghabiskan obat sesuai anjuran dokter jika terdiagnosis positif.
Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah akan membagikan kelambu secara massal pada September–Oktober 2025 di tiga kabupaten dengan endemis tinggi, yakni Manokwari, Manokwari Selatan, dan Teluk Wondama.
“Ini wujud nyata kehadiran pemerintah. Saya berharap pembagian kelambu ini benar-benar dimanfaatkan masyarakat agar upaya pencegahan malaria bisa berhasil,” tegasnya.
Dinas Kesehatan akan mendistribusikan kelambu massal untuk mencegah penularan malaria di wilayah dengan tingkat endemis tinggi. Tiga kabupaten yang menjadi sasaran utama program ini adalah Manokwari, Manokwari Selatan, dan Teluk Wondama.
Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat, dr. Alwan Rimosan, menjelaskan program distribusi kelambu massal ini merupakan upaya strategis untuk menekan kasus malaria di wilayah-wilayah dengan beban penyakit yang tinggi.
“Kelambu massal ini dibagikan per tempat tidur atau kelompok tidur dan sudah dilapisi obat anti nyamuk yang efektif selama tiga tahun. Ini bukan kelambu biasa,” kata dr. Alwan.
Distribusi kelambu ini merupakan bagian dari program bantuan internasional dari The Global Fund. Untuk Papua Barat, alokasi kelambu berdasarkan proyeksi data estimasi Pusdatin Kemenkes mencakup Manokwari 103.200 kelambu, Teluk Wondama 21.050 kelambu, Manokwari Selatan 16.850 kelambu.
Dr. Alwan menyebut, kelambu yang terlapisi insektisida ini tidak hanya melindungi pengguna dari gigitan nyamuk, tetapi juga membantu menekan populasi nyamuk penyebar malaria.
“Nyamuk yang menempel di kelambu akan mati atau cacat sehingga tidak bisa berkembang biak,” ujarnya.
Distribusi terakhir dilakukan pada 2022, dan sesuai siklus tiga tahunan, distribusi ulang dijadwalkan pada tahun ini. Dinkes Papua Barat menargetkan kelambu sudah sampai di daerah sebelum Januari 2026, untuk mengantisipasi puncak musim penularan malaria yang biasanya terjadi pada Januari hingga Maret.
“Kami di Papua Barat ingin distribusi dilakukan lebih awal, karena pada awal tahun kasus malaria biasanya memuncak. Idealnya, kelambu sudah digunakan sebelum Januari,” ujar dr. Alwan.
Kepala Seksi P2P Dinkes Papua Barat, Edi Sunandar menambahkan, proses pengiriman kelambu telah mulai 30 Juni 2025 dan diperkirakan memakan waktu hingga tiga bulan, sehingga kelambu baru tiba di Papua Barat pada November 2025.
Untuk memastikan distribusi tepat sasaran, Dinkes Papua Barat bersama dinas kesehatan kabupaten telah melakukan pendataan awal pada April 2025 dengan mendatangi rumah-rumah warga guna mencatat kelompok tidur.
Pihaknya juga, pada Juli 2025 lalu telah melakukan pertemuan lanjutan untuk memverifikasi data riil kebutuhan kelambu di lapangan.
“pada Juli 2025 kemarin kami kumpulkan data rinci jumlah populasi, kelompok tidur, titik distribusi, petugas pelaksana, kebutuhan dana, hingga estimasi waktu distribusi. Semuanya telah direncanakan secara matang,” ujar Edi.
Ia menyebut, Distribusi kelambu merupakan salah satu intervensi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menekan angka penularan malaria hingga 50 persen di wilayah endemis tinggi. (ALW/ON).