Orideknews.com, SORONG, – Mantan Wali Kota Sorong dua periode (2012–2017 dan 2017–2022), Lamberthus Jitmau, mengenang perjuangan panjangnya dalam membangun infrastruktur vital di Kota Sorong. Dua di antaranya adalah pengembangan Bandara Domine Eduard Osok (DEO) dan Pelabuhan Sorong yang kini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.
Dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (19/8/25), Lamberthus menuturkan bahwa sejak awal dirinya menyadari Sorong tidak memiliki sumber daya alam sebesar daerah tetangga. Namun, ia melihat potensi sumber daya manusia (SDM) sebagai modal utama menggerakkan roda ekonomi kota.
“Kota Sorong tidak punya sumber daya alam yang besar, tetapi kita punya sumber daya manusia. Mereka bisa ciptakan fasilitas jasa, dari tidak ada menjadi ada. Itu yang menggerakkan ekonomi di kota ini,” ujarnya.
Sejak awal menjabat, pria yang akrab disapa LJ itu menilai bandara merupakan pintu masuk pembangunan Sorong. Ia bahkan menghadap langsung Menteri Perhubungan saat itu untuk memperjuangkan pengembangan Bandara DEO. Namun, jalan yang ditempuh tidaklah mudah karena menghadapi persoalan ganti rugi lahan dan relokasi rumah warga, termasuk fasilitas ibadah.
“Menghadapi manusia itu lebih rumit daripada batu dan pasir. Saya datangi mereka, bicara baik-baik. Ada yang dukung, ada yang menolak. Tapi saya punya niat melakukan perubahan. Akhirnya semua selesai, bahkan saya bangun rumah baru bagi warga di Jalan Victory,” kenangnya.
Dukungan pun datang dari Gubernur Papua kala itu, Jaap Solossa, yang membantu anggaran ganti rugi sekitar Rp49 miliar.
Selain bandara, Lamberthus juga memperjuangkan pengembangan Pelabuhan Sorong yang sebelumnya hanya mampu melayani satu kapal. Ia bahkan mengajak Presiden Joko Widodo untuk melihat langsung kondisi pelabuhan yang kala itu membuat kapal harus mengantre hingga 40 kapal.
“Saya bilang ke Pak Jokowi, antrean kapal membuat biaya tinggi, harga barang mahal, dan daya beli masyarakat lemah. Akhirnya beliau perintahkan pembangunan pelabuhan baru, dan itu selesai dengan cepat,” paparnya.
Tidak berhenti di situ, Lamberthus turut mengupayakan pembebasan lahan pembangunan jalan dua jalur dari Kilometer 12 hingga Kilometer 18. Proses itu, menurutnya, sangat menantang karena biaya ganti rugi tanah lebih mahal daripada pembangunan fisiknya.
“Kalau tidak dibebaskan, jalan dua jalur dan lampu jalan tidak akan terwujud. Tapi demi kepentingan masyarakat, saya berani lakukan,” tegasnya.
Menurut LJ, kerja keras dalam pembangunan infrastruktur berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi Sorong. Selama kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi kota ini mencapai 8,7 persen, jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 5,8 persen.
Ia menambahkan, hadirnya hotel, pasar, stadion, dan berbagai fasilitas publik menjadi bukti nyata hasil pembangunan yang dinikmati masyarakat.
Lamberthus menitip pesan kepada pemerintah saat ini agar tidak mengabaikan warisan pembangunan yang sudah ada.
“Yang perlu dijaga, jaga. Kalau mau bongkar, silakan, tapi bangun lebih baik dari itu. Karena pembangunan tidak jatuh dari langit. Butuh keberanian untuk berbuat, bukan hanya bicara. Saya harus berbuat untuk anak cucu Papua,” pungkasnya. (***/ALW/ON).