Senin, Agustus 4, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Predikat WDP dan Dana Otsus PB Terhambat, Parjal: DoaMu ‘Tanggung Dosa’ Pemimpin Sebelumnya

Orideknews.com, Manokwari – Organisasi masyarakat (Ormas) Parlemen Jalanan (Parjal) Papua Barat melayangkan kritik tajam terhadap kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat, khususnya dalam tata kelola birokrasi dan pengelolaan keuangan daerah.

Panglima Parjal Papua Barat, Ronald Mambieuw, mengatakan bahwa berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Papua Barat Tahun Anggaran 2024 kembali memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Capaian ini mengulang predikat yang sama pada tahun sebelumnya.

“Opini WDP ini menunjukkan bahwa tata kelola keuangan belum mengalami perbaikan signifikan,” ujar Ronald, Sabtu (3/8/2025).

Ronald merinci beberapa temuan penting dari BPK, antara lain belanja senilai Rp12,3 miliar tanpa bukti valid, kelebihan pembayaran sebesar Rp9,7 miliar, serta saldo permasalahan dari tahun sebelumnya sebesar Rp7,4 miliar yang belum ditindaklanjuti.

Laporan BPK juga mencatat realisasi pendapatan sebesar Rp4,49 triliun (90,72%), belanja Rp4,72 triliun (93,75%), serta Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp133,9 miliar, yang turun drastis 64,6% dibanding tahun sebelumnya. Aset daerah dilaporkan turun 10,56%, sementara kewajiban turun 24,97%.

Ronald menyebut, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan telah menginstruksikan agar seluruh kepala perangkat daerah segera menindaklanjuti temuan BPK dalam waktu 60 hari. Namun, ia menilai hal itu belum cukup menyelesaikan akar persoalan.

Lebih lanjut, Parjal juga menyoroti keterlambatan pencairan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Tahap I Tahun 2025, yang seharusnya disalurkan pada April namun baru terealisasi pada akhir Juli 2025.

“Ini jelas keterlambatan. Padahal semestinya tahap kedua sudah cair. Informasi terakhir yang kami terima, masih ada persoalan dokumen administrasi yang belum lengkap,” kata Ronald.

Mengutip surat Kementerian Keuangan nomor S‑19/PK/PK.4/2025, Ronald menjelaskan bahwa Pemprov Papua Barat bersama enam kabupaten/kota lainnya mendapat ultimatum dari Kemenkeu karena lambatnya penyelesaian dokumen Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) Tahap I.

Beberapa persoalan yang disoroti antara lain belum selesainya Rencana Anggaran Program (RAP), data KAK‑RAB‑SIKD yang tidak sinkron, serta adanya kegiatan dalam daftar negatif seperti honorarium tanpa dasar, belanja konsumsi, ATK, pembelian laptop, hingga perjalanan dinas ke Jakarta yang tidak perlu.

“Kalau keterlambatan seperti ini terus berulang, bisa memicu SiLPA yang tinggi, tertundanya pencairan anggaran, bahkan mengurangi alokasi Dana Otsus tahun berikutnya karena penilaian kinerja yang buruk,” jelasnya.

Ronald juga meminta agar Gubernur dan Wakil Gubernur Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani (DoaMu) mengevaluasi pimpinan OPD pengelola Dana Otsus. Ia menilai rotasi dan lelang jabatan 17 OPD menjadi momen penting untuk memilih pejabat yang memiliki visi sejalan.

“Ini momentum untuk menata ulang. Jangan sampai birokrasi diisi oleh orang-orang yang hanya mengejar proyek,” tegasnya.

Menurutnya, berbagai catatan dari BPK dan Kemenkeu merupakan warisan dari kebijakan para pimpinan sebelumnya, termasuk pejabat gubernur dan pejabat sekda yang pernah menjabat.

“Gubernur dan Wakil Gubernur hari ini sedang menanggung ‘dosa-dosa’ pemimpin sebelumnya. Karena itu, kami minta agar semua catatan ini menjadi alarm untuk memperbaiki sistem secara menyeluruh,” pungkas Ronald. (ALW/ON)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles

error: Hati-hati Salin Tanpa Izin kena UU No.28 Tahun 2014 Tentang HAK CIPTA dan/atau UU RI No.19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)