Orideknews.com, Manokwari, – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Barat merilis data terbaru tentang kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran masyarakat di Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk periode Maret 2025.
Kepala BPS Provinsi Papua Barat, Merry dalam keterangan pers tertulis Jum’at, (25/7/25) menyampaikan bahwa Data ini menunjukkan tren yang kontras antara dua provinsi bertetangga tersebut.
Merry menjelaskan, pada Maret 2025, tingkat kemiskinan di Papua Barat menurun menjadi 20,66 persen, turun 0,43 poin persen dibandingkan September 2024 yang berada di angka 21,09 persen. Penurunan ini diikuti pula oleh berkurangnya jumlah penduduk miskin sebanyak 1.380 orang, menjadi 106.900 jiwa. Penurunan kemiskinan ini terjadi baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.
Sebaliknya, Papua Barat Daya mengalami peningkatan kemiskinan yang cukup mencolok. Tingkat kemiskinan naik dari 16,95 persen pada September 2024 menjadi 17,95 persen pada Maret 2025. Jumlah penduduk miskin bertambah sebanyak 6.760 orang, menjadi 103.570 jiwa. Peningkatan terjadi signifikan di wilayah perkotaan.
“Pertumbuhan ekonomi di Papua Barat memang cukup tinggi secara tahunan (25,53 persen), meskipun secara triwulanan mengalami kontraksi. Sementara Papua Barat Daya tumbuh sebesar 4,82 persen secara tahunan,” jelas Merry.
Namun, peningkatan pengangguran turut menjadi tantangan. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) naik tipis di Papua Barat dari 4,13 persen menjadi 4,21 persen, dan lebih tinggi di Papua Barat Daya dari 6,48 persen menjadi 6,61 persen. Tingkat hunian hotel juga mengalami penurunan drastis di kedua provinsi, mencerminkan penurunan aktivitas ekonomi di sektor pariwisata.
Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat di kedua provinsi, mencerminkan adanya perbaikan daya beli petani. Papua Barat mencatat NTP sebesar 100,30 dan Papua Barat Daya sebesar 103,02 pada Februari 2025.
Indeks kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan menunjukkan perbaikan di Papua Barat, namun memburuk di Papua Barat Daya. Di Papua Barat, indeks kedalaman kemiskinan turun menjadi 4,17, dan keparahan kemiskinan menjadi 1,18. Di sisi lain, Papua Barat Daya mencatat peningkatan kedalaman menjadi 4,52 dan keparahan menjadi 1,72.
Dari sisi ketimpangan pengeluaran, Gini Ratio Papua Barat menurun dari 0,385 menjadi 0,374, sementara Papua Barat Daya meningkat dari 0,347 menjadi 0,363, menandakan kesenjangan yang melebar.
“Beras dan rokok kretek filter masih menjadi dua komoditas utama penyumbang garis kemiskinan, baik di perkotaan maupun perdesaan di kedua provinsi. Di Papua Barat, kontribusi komoditas makanan terhadap garis kemiskinan mencapai 71,67 persen di kota dan 76,03 persen di desa. Pola serupa juga terlihat di Papua Barat Daya, dengan masing-masing 71,58 persen dan 75,55 persen,” terangnya.
Sementara itu, kontribusi komoditas nonmakanan terbesar berasal dari sektor perumahan, listrik, dan transportasi, dengan porsi lebih besar di daerah perkotaan.
Secara nasional, persentase penduduk miskin Indonesia berada pada angka 8,47 persen. Tujuh provinsi dengan kemiskinan tertinggi semuanya berasal dari kawasan timur Indonesia. Tiga besar ditempati oleh Papua Pegunungan (30,03 persen), Papua Tengah (28,90 persen), dan Papua Barat (20,66 persen). (ALW/ON).