Orideknews.com, Manokwari – Capaian pelaporan kasus terduga Tuberkulosis (TBC) oleh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Provinsi Papua Barat menunjukkan variasi keterlibatan yang signifikan antar jenis layanan.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat mengungkap bahwa Rumah Sakit (RS) Swasta dan RS Pemerintah mencatatkan keterlibatan tertinggi, yakni 100%, disusul Puskesmas sebesar 83%.
Sementara itu, Klinik Swasta hanya berkontribusi sebesar 18%, Klinik Pemerintah 11%, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter (TPMD) tidak melaporkan sama sekali atau 0%.
Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat, dr. Alwan Rimosan, menyampaikan bahwa proporsi pengobatan kasus TBC juga menunjukkan tren serupa. RS Swasta dan RS Pemerintah masih menjadi garda terdepan dalam pengobatan TBC dengan persentase masing-masing 100%. Disusul Puskesmas sebesar 80%, sedangkan Klinik Pemerintah baru mencapai 6%, dan Klinik Swasta serta TPMD belum sama sekali memberikan pengobatan atau pelaporan kasus TBC (0%).
“Ini menunjukkan bahwa keterlibatan fasilitas layanan kesehatan, khususnya milik swasta dan praktik mandiri, masih sangat rendah dan perlu ditingkatkan secara serius,” ungkap dr. Alwan.
Berdasarkan data, Provinsi Papua Barat memiliki 1 RS Swasta dan 29 Klinik, namun hanya 10 Klinik dan RS Swasta tersebut yang telah memiliki perjanjian kerja sama (MoU) dengan Dinas Kesehatan atau Puskesmas setempat.
Sebanyak 15 Klinik dan RS Swasta sudah memiliki Unit SITB (Sistem Informasi Tuberkulosis), namun hanya 3 Klinik dan 1 RS yang telah berhasil mengidentifikasi terduga TBC dan 2 Klinik serta 1 RS yang menemukan kasus TBC.
“Masih ada 26 klinik yang belum melaporkan temuan kasus TBC sama sekali, ini menjadi perhatian serius karena potensi penularan tetap tinggi,” lanjutnya.
Sebagai bagian dari upaya peningkatan keterlibatan lintas sektor, Provinsi Papua Barat telah menyelenggarakan Pertemuan Program Penanggulangan TBC (PPM) pada 2024 lalu, yang dihadiri oleh perwakilan fasyankes, baik pemerintah maupun swasta, termasuk TPMD. Pertemuan ini menjadi forum perdana untuk menyosialisasikan program nasional penanggulangan TBC serta mendorong komitmen fasyankes.
Salah satu hasil penting dari pertemuan ini adalah komitmen bersama RS Swasta, Klinik, dan TPMD untuk menjalankan program TBC, yang dituangkan dalam bentuk MoU dengan Puskesmas pengampuh.
Namun demikian, sejumlah tantangan masih menghambat efektivitas program, seperti Fasyankes yang belum menandatangani MoU dan belum berkomitmen aktif, Fasyankes yang sudah MoU tapi belum memiliki akun SITB, Fasyankes yang memiliki akun SITB namun belum melakukan pelaporan, Belum meratanya pemahaman alur rujukan dan pengiriman sampel TBC, Kekurangan logistik di lapangan dan Minimnya sosialisasi tatalaksana TBC pada Klinik dan TPMD.
Atas kondisi tersebut, Dinas Kesehatan Papua Barat melaksanakan Pertemuan Peningkatan Kapasitas untuk mendorong keterlibatan dan kontribusi fasyankes, termasuk Klinik, TPMD, dan RS dalam program TBC dan jaringan TBC, khususnya di Kabupaten Manokwari pada 23-25 Juni 2025. (ALW/ON).