Orideknews.com, Manokwari, – Sejumlah mahasiswa, pemuda, dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Rakyat Papua Barat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Kamis, (7/11/24). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap rencana transmigrasi yang dinilai akan merugikan masyarakat Papua.
Dalam orasinya, perwakilan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Provinsi Papua Barat mendesak MRPB untuk lebih peka terhadap aspirasi masyarakat.
Mereka menuntut agar MRPB segera menindaklanjuti permohonan ini, terutama mengenai sikap lembaga tersebut terhadap rencana transmigrasi yang sedang digulirkan oleh pemerintah.
“Jika tuntutan kami tidak diakomodir oleh pemerintah pusat, kami akan melakukan demonstrasi serupa dengan massa yang lebih besar,” tegas orator.
Mereka menambahkan, jika MRPB gagal menyampaikan aspirasi ini, lembaga tersebut seharusnya dibubarkan karena dianggap tidak bermanfaat bagi masyarakat asli Papua.
Perwakilan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) juga mengungkapkan sikap menolak transmigrasi yang diprakarsai oleh pemerintahan Prabowo Subianto.
Ia meminta MRPB dan DPR Provinsi untuk melakukan kajian ulang terkait rencana tersebut.
Sementara itu, perwakilan Himpunan Mahasiswa Islam menekankan bahwa meskipun MRPB tidak memiliki kewenangan penuh, penting bagi lembaga tersebut untuk mengusulkan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat.
“Kami menolak transmigrasi karena akan berdampak negatif terhadap tanah, hutan, dan budaya lokal,” ujarnya.
Lebih lanjut, mereka mengklaim bahwa transmigrasi berpotensi menggeser identitas masyarakat Papua.
“Kami minta aspirasi ini diterima dan ditindaklanjuti, jika tidak, akan ada aksi jilid II,” imbuh mereka.
Perwakilan BEM STIH Manokwari juga menyoroti pentingnya membuka ruang rapat antara MRPB dan asosiasi MRP di seluruh tanah Papua untuk membawa aspirasi masyarakat kepada pemerintah pusat.
Ia mengingatkan bahwa transmigrasi bisa mengancam keberadaan ras Melanesia yang memiliki ciri khas seperti rambut keriting dan kulit hitam.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan BEM STIKIP Muhammadiyah menyoroti fakta bahwa anak-anak adat di Papua saat ini banyak yang tidak memiliki tanah adat. Ia menegaskan, tingginya angka stunting dan ketimpangan di Papua menjadi alasan kuat untuk menolak transmigrasi.
“Yang kami butuhkan adalah peningkatan tenaga pendidikan dan kesehatan. Papua bukan tanah kosong,” ujarnya.
Perwakilan Ormas Parlemen Jalanan Papua Barat juga menyatakan meskipun MRP tidak memiliki landasan hukum untuk menolak transmigrasi, mereka percaya bahwa hak dasar masyarakat Papua ada di tangan MRPB.
“Kami meminta MRPB untuk melakukan pleno dan berkonsultasi dengan MRP di seluruh Papua untuk menolak kebijakan transmigrasi ini,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan alasan mengapa transmigrasi harus dilakukan di Papua sementara wilayah lain di Indonesia masih memiliki lahan kosong.
“Ada apa dengan Papua? Kenapa harus transmigrasi ke Papua?” tanyanya. (ALW/ON).