Orideknews.com, Manokwari, – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Papua Barat mengingatkan kepada para Pejabat Sipil bahwa mereka harus mengambil cuti di luar tanggungan negara jika terlibat atau menjadi tim kampanye bagi pasangan calon kepala daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Provinsi Papua Barat, Norbertus, menjelaskan bahwa, Pejabat Negara yang dimaksud adalah mereka yang diberi kewenangan dan tanggung jawab oleh negara untuk menjalankan tugas pelayanan publik.
Dalam peraturan tersebut, diharapkan pejabatan tidak menggunakan jabatannya untuk terlibat dalam kampanye, kecuali untuk fasilitas pengamanan yang diperuntukkan bagi pejabat negara.
“Setiap pejabat negara yang terlibat dalam tim kampanye, seperti Anggota Dewan, harus mengajukan cuti yang izinnya dikeluarkan oleh ketua DPR setempat, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten,” ungkap Norbertus.
Kata dia, surat izin yang dikeluarkan oleh ketua DPR harus ditembuskan kepada KPU dan Bawaslu.
Sejauh ini, Bawaslu Papua Barat telah menerima sejumlah laporan, termasuk tangkapan layar yang menunjukkan adanya pejabat, seperti kepala dinas, yang berperilaku mendukung salah satu calon secara tidak langsung. Di Kabupaten Manokwari, Bawaslu telah mengambil langkah untuk menyerahkan laporan tersebut kepada Bawaslu setempat.
“Ada camat dan pejabat yang terlihat mendukung salah satu calon baik secara langsung maupun tidak langsung. Kami juga menerima informasi mengenai aparat desa di Kabupaten Teluk Wondama,” jelasnya.
Norbertus menegaskan, jika pegawai negeri sipil (ASN) tidak mengambil cuti, Bawaslu akan melakukan klarifikasi kepada pejabat pembina kepegawaian, seperti Plt. Bupati atau Pj. Gubernur, untuk mengambil tindakan administratif terhadap yang bersangkutan.
“Memang dalam undang-undang tidak ada sanksi pidana terkait masalah ini, tetapi sifatnya administratif,” tambahnya.
Bawaslu juga menghimbau kepada Anggota Dewan untuk segera mengajukan cuti jika mereka ingin bergabung dalam tim kampanye. Langkah ini diharapkan dapat menjaga netralitas dan integritas dalam proses pemilihan umum mendatang.
Sementara itu, Direktur YLBH Sisar Matiti, Yohanes Akwan, SH menegaskan, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pejabat di semua tingkatan yang terlibat dalam kampanye, terutama sebagai tim sukses (timses) salah satu pasangan calon kepala daerah, dapat dikenakan sanksi pidana.
Yohanes Akwan menyampaikan, terdapat kekhawatiran terkait dugaan keterlibatan pejabat negara dalam tim kampanye menjelang Pilkada serentak 2024 di Provinsi Papua Barat.
“Sejumlah kekhawatiran muncul terkait dugaan keterlibatan pejabat negara dalam tim kampanye pasangan calon, baik untuk gubernur maupun bupati di beberapa kabupaten dan kota,” ungkapnya.
Praktik keterlibatan pejabat dalam tim kampanye ini dianggap melanggar aturan hukum yang berlaku, dan mereka yang terbukti terlibat dapat dikenakan sanksi pidana.
Menurut Akwan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada secara tegas melarang pejabat negara, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota, untuk ikut serta dalam tim kampanye.
Larangan ini diatur dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b, yang menyebutkan bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan fungsional dilarang menjadi tim kampanye untuk pasangan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, baik pada pemilihan gubernur maupun pemilihan bupati dan walikota. Larangan ini dimaksudkan untuk menjaga netralitas pejabat dalam proses pemilihan dan menghindari penyalahgunaan wewenang.
Yohanes Akwan menyatakan, larangan ini berlaku bagi seluruh pejabat di semua tingkatan. “Baik untuk pemilihan gubernur maupun bupati, pejabat publik harus tetap menjaga netralitasnya,” bebernya.
Ia menjelaskan, jika terlibat dalam kampanye, terutama sebagai tim sukses salah satu calon, tindakan tersebut jelas melanggar aturan yang sudah ditetapkan dan dapat dikenakan sanksi pidana.
Selain sanksi administratif, norma hukum juga mengatur sanksi pidana bagi pejabat yang melanggar aturan kampanye. Pasal 188 UU Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan bahwa pejabat negara yang terbukti melanggar ketentuan kampanye dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 18 juta. (ALW/ON).