Orideknews.com, Manokwari, – Mahasiswa Universitas Papua (Unipa) Manokwari pada Selasa, (14/5/24) pagi tadi melakukan aksi protes dengan memblokade ruas jalan utama depan gerbang kampus Unipa.
Puluhan mahasiswa dan alumni Unipa ini menuntut agar Rektor Unipa, Meky Sagrim mencabut Surat Keputusan kenaikan SPP.
Aksi tersebut juga disinggung terkait penerimaan KIP yang dinilai tidak merata. Kenaikan SPP juga disebut akan mematikan SDM OAP di tanah Papua.
Unipa melalui kebijakan Rektor dinilai menutup akses OAP menuntut ilmu di Unipa, khusus anak-anak dengan kemampuan ekonomi lemah.
Rektor Unipa juga diminta responsif dan melakukan tawaran ke Kementerian dalam melobi biaya pendidikan melalui dana Otsus.
Koordinator Lapangan (Korlap), Imanuel O Yogobi usai menyerahkan aspirasi tertulis ke Rektor Unipa mengatakan, aksi itu dilakukan dengan alasan mahasiswa menjadi korban kebijakan yang dibuat Rektor Unipa dan Kemendikbud Ristek.
“Tidak ada transparansi ruang sehingga membuat ini simpang siur makanya dari pihak mahasiswa merasa hal ini harus diketahui tetapi malah sebaliknya, informasi kami dapat di pihak luar,” ungkapnya.
Berikut sejumlah poin tuntutan yang menjadi aspirasi mahasiswa.
1. Menolak dengan tegas, semua kebijakan Rektor Unipa, Meky Sagrim
2. Menolak dengan tegas kepentingan politik praktis yang memalukan nama Universitas Papua.
3. Menolak dengan tegas SK Rektor nomor SP.150/UU. no.42-PP-2024 terkait biaya SPP karena sangat memberatkan anak-anak Papua dan suku lain untuk kuliah.
4. Dengan tegas mendesak Menteri Pendidikan segera memperhatikan mantan Rektor Universitas Papua karena terlibat politik praktis di kampus dan permainan kotor dalam pemilihan rektor, serta merusak marwah demokrasi di Kampus Universitas Papua.
5. Menolak dengan tegas mantan rektor untuk mencalonkan diri sebagai rektor Universitas Papua karena melihat dari kebijakan sudah turun jabatan sebagai rektor tetapi mengeluarkan surat keputusan.
6. Dengan tegas segera cabut kembali surat keputusan mantan Rektor Universitas Papua terkait kenaikan biaya SPP.
7. Dengan tegas menurunkan biaya SPP dari Rp2 juta menjadi Rp1 juta kebawah.
8. Dengan tegas meminta Rektor Unipa mencabut surat kerjasama antara Polisi karena UU Otonomi masih berlaku.
9. Jika mantan Rektor tidak menjawab aspirasi kami maka aktivitas akademik Universitas Papua akan kami lumpuhkan total hingga dikeluarkan surat keputusan resmi tentang penurunan biaya SPP baru.
Sementara itu, Rektor Unipa melalui wakil Rektor 3, Dr Keliopas Krey menegaskan, Rektor Unipa secara aturan menduduki jabatan hingga 18 Mei 2024, sehingga civitas akademik Unipa maupun masyarakat diharapkan menunggu.
“Apakah kebijakan dari kementerian seperti apa, kita tunggu apakah ada Plt. atau yang lain, kita semua belum tahu. Jadi mohon semua pihak bersabar, kita selaku Satker Pemerintah harus tunduk dan taat kepada aturan,” terang Krey.
Soal poin yang menjadi tuntutan mahasiswa, ia menilai itu hal wajar karena saat ini Unipa ada dalam tahapan penyaringan Rektor.
“Pak Rektor, Bapak Doktor Meky Sagrim juga adalah calon Rektor sehingga kita tidak bisa menampik bahwa, isu itu juga akan jadi bahan yang sensitif untuk dibicarakan oleh semua civitas kampus. Baik mahasiswa, dosen maupun tenaga kependidikan,” ujarnya.
Tentunya, lanjut Krey, pihaknya memahami kondisi psikologis dari semua civitas akademik. Kondisi ini menurut ia pribadi, lebih ke keprihatinan, kepedulian, ingin kebaikan untuk semua, ingin Unipa lebih maju lagi.
“Dan kita tidak menempatkan diri sebagai orang atau pimpinan yang anti-kritik, kita terbuka untuk siapa saja,” ucapnya.
Menyoal SPP
Dr Keliopas Krey menjelaskan bahwa, tarif uang kuliah secara nasional sudah diputuskan melalui peraturan Menteri. Kemudian rektor seluruh Indonesia juga meratifikasi peraturan itu dengan membuat peraturan rektor.
Lebih lanjut, kata Krey peraturan rektor ini tidak lahir begitu saja. Namun, telah memenuhi tahapan-tahapan di Universitas. Mulai dari membentukan tim, rapat pimpinan dan itu pembahasan yang cukup alot untuk mendapatkan tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT).
“Tentunya pesan dari Kementerian melalui bapak Dirjen pendidikan tinggi bahwa, tarif UKT ini harus pro masyarakat, harus berkeadilan. Sehingga parameter untuk bergadilan itu kita formalisikan dalam pengelompokan atau kluster-kluster,” ucapnya.
“Nah di Unipa sendiri ada kluster 1 hingga kluster 6 dan setiap program studi memiliki UKT yang berbeda-beda. Ada yang sains, ada yang non-sains. Tetapi untuk kluster 1 dan 2 yang Rp500 ribu dan Rp1 juta itu untuk semua mahasiswa, tentunya akan diberlakukan untuk mahasiswa baru tahun 2024 dan selanjutnya,” ujar Krey lagi.
Ahli Herpertologi Unipa ini menilai hal yang disampaikan para mahasiswa telah diterima dan akan ditindaklanjuti dengan rapat pimpinan, kemudian akan ditinjau dari sisi aturan.
Menurutnya, pihak Unipa juga memperhatikan peraturan-peraturan menteri pendidikan atau juga peraturan Menteri, kewangan untuk menindaklanjuti seruan dari para mahasiswa. Tentunya, semua ingin agar masyarakat yang akan mengenyam pendidika di Unipa, mendapatkan kepastian terkait dengan tarif.
“Saya pikir kita semua tahu bahwa tarif UKT bahkan SPP di Unipa ini paling rendah di Indonesia. Kita telah berjuang untuk mempertahankan itu. Nah sekarang justru dengan peraturan rektor yang baru, ini memberikan ruang kepada masyarakat untuk bisa mengakses biaya kuliah yang lebih murah lagi,” tegas dosen FKIP Unipa ini.
“Rp500 ribu untuk kelompok pertama, kelompok tidak mampu. Kami mengharapkan dukungan dari semua komponen masyarakat untuk menunjang anak-anak mereka yang akan berkuliah di Unipa,” tambah Krey lagi. (ALW/ON)