Orideknews.com, Manokwari, – Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat menggelar Orientasi Pelayanan Terpadu Program Malaria dengan Kesehatan Maternal dan Neonatal Tahun 2023 di salah satu hotel di Manokwari 14-16 September 2023.
Kegiatan yang diikuti 60 peserta dari kabupaten kota di Papua Barat dan Papua Barat Daya tersebut, bertujuan meningkatkan kapasitas Penanggungjawab Malaria dan Bikor Puskesmas terkait integrasi malaria KIA (Kesehatan Ibu Hamil) dalam program malaria.
Selain itu, guna tersosialisasinya strategi integrasi Malaria KIA program malaria, menurunnya angka kematian ibu dan anak dengan deteksi dini kasus malaria melalui peningkatan screening ibu hamil serta terinputnya pelaporan dan pencatatan integrasi malaria KIA di Sismal.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Otto Parrorongan melalui Kepala Seksi P2PM, Edi Sunandar menyampaikan pertemuan itu dilakukan mengingat program integrasi kesehatan ibu dan anak, dengan malaria difokuskan kepada daerah endemis tinggi malaria.
Untuk itu lanjut Edi, tidak semua kabupaten di Papua Barat dan Papua Barat Daya diundang.
“Kapan dikatakan endemis malaria? apabila angka malaria 0 parasite insidentnya diatas 5/1000 penduduk. Dan tahun 2022 ada beberapa kabupaten yang awalnya dikategori sedang, menjadi tinggi itu terjadi pada kabupaten Sorong, dan Raja Ampat sedangkan sebelum-sebelumnya Manokwari, Mansel, Teluk Wondama dan Tambrauw berstatus endemis tinggi,” ungkap Edi.
Dikatakannya, dalam program integrasi KIA dengan malaria, difokuskan ke daerah yang kasusnya tinggi untuk mencegah tidak adanya kematian ibu hamil dan balita karena malaria.
“Teknologinya kita punya, diagnosanya sudah dipermudah dengan menggunakan RDT, walaupun tidak ada tenaga analis kita bisa menggunakan. Kemudian pengobatan kita pakai DHP yang obatnya sangat bagus,” terangnya.
Menurut Edi, daerah endemis tinggi harus dicurigai, klinis dari gejala malaria di daerah endemis sudah tidak khas lagi. Misalnya ciri-cirinya tidak dengan panas dan menggigil.
“Setiap balita sakit ke layanan wajib dilakukan skrining pemeriksaan malaria, itu adalah program yang harus kita lakukan di daerah endemis tinggi,” pesan Edi.
Terkait pencegahan, ia menjelaskan tahun 2022 telah digencarkan kelambu massal. Sehingga setiap ibu hamil berhak diberikan kelambu berinsektisida.
Selain pemberian kelambu, dibarengi edukasi pentingnya menggunakan kelambu, melindungi ibu dan janin.
“Dari data yang ada dan program integrasi sudah berjalan hanya memang perlu evaluasi perlu ada penyegaran, sehingga terselenggaranya kegiatan ini,” tuturnya saat membuka kegiatan.
“Kehadiran bapak ibu bisa memberikan sumbangsih terhadap pembangunan kesehatan khususnya, ibu dan anak serta pengendalian malaria di Papua Barat dan Papua Barat Daya,” harapnya.
Sementara itu, ketua panitia Billy G Makamur yang juga penanggung jawab malaria Papua Barat menyebut Malaria berkontribusi terhadap angka kesakitan dan kematian, terutama pada kelompok dengan risiko tinggi seperti ibu hamil.
Upaya penanggulangan malaria sampai saat ini menjadi salah satu target untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat. Pengendalian malaria bertujuan untuk tercapainya Eliminasi Malaria pada tahun 2030.
Menurut data SISMAL tahun 2022, jumlah kasus malaria Provinsi Papua Barat sebanyak 13.079 kasus dengan API adalah 13,12 perseribu penduduk, tercatat 56 persen penyumbang kasus dari Kabupaten Manokwari.
Provinsi Papua Barat selama tahun 2009-2021 dengan angka kejadian malaria cenderung menurun yaitu tahun 2009 dari 50.766 kasus malaria turun menjadi 13.079 kasus di tahun 2022, dan hingga September 2023 tercata 10.731 kasus malaria di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Angka ini masih di atas angka nasional yang di targetkan sehingga diperlukan strategi yang baik untuk menurunkan kasus malaria di bawah angka API 1 per seribu penduduk.
Berdasarkan data sismal tahun 2022, terdapat peningkatan jumlah kabupaten/kota endemis tinggi. Tahun 2023 kabupaten/kota endemis tinggi antara lain Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Wondama, Tambrauw, Kota Sorong, dan Raja Ampat.
Berdasarkan kebijakan program malaria bahwa pelaksanaan kegiatan rutin pelayanan terpadu (integrasi) kesehatan ibu dan balita dilaksanakan hanya pada daerah endemis tinggi malaria.
Keterpaduan antara program KIA dan program pencegahan penyakit menular malaria dapat mendorong percepatan penurunan angka kematian ibu akibat komplikasi, dan merupakan salah satu metode yang sangat baik untuk menjangkau sebanyak mungkin ibu hamil dalam upaya melindungi ibu hamil.
“Maka para petugas kesehatan, khususnya penanggung jawab program malaria di dinas kesehatan kabupaten/kota maupun di puskesmas perlu dilakukan orientasi dalam melaksanakan program pelayanan terpadu ini,” kata Billy.
Melalui kegiatan orientasi itu, Ia berharap ada peningkatan pengetahuan penanggungjawab program dan pelaksana program di lapangan terkait kebijakan dan strategi terbaru dalam masing-masing program baik program malaria maupun program kesehatan ibu hamil dan program terpadu bagi kedua program kesehatan tersebut.(ALW/ON).