Orideknews.com, MANOKWARI, – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat, diharapkan cepat dalam mengambil keputusan terkait pembatasan kapal dan pesawat penumpang, yang beroperasi di Papua Barat.
Pembatasan ini, karena dinilai sangat berpotensi untuk menyebarkan virus corona (covid-19) di daerah ini.
Ketegasan pembatasan ini juga diminta kepada pimpinan provinsi Papua Barat, Gubernur Dominggus Mandacan, Forum Pimpinan Komunikasi Daerah (Forkopimda) dan bupati/wali kota se-Papua Barat sepakat menutup akses masuk ke Papua Barat di seluruh pelabuhan dan bandara.
Hal ini dikatakan salah seorang mahasiswa Fakultas Kehutanan, Universitas Papua, Jose Rizal Papuana Major. Menurut dia, terutama untuk kapal dan pesawat penumpang.
Jelas Papuana Major, Jangan hanya 1 atau 2 daerah yang lakukan pembatasan, sebab sejauh ini sudah ada beberapa daerah di Papua Barat melakukan pembatasan pada pelabuhan dan bandara. Namun, alangkah baiknya tindakan itu langsung dipimpin oleh Gubernur selaku Pimpinan tertinggi eksekutif di Provinsi.
Dia menjelaskan, amanah pada Undang-undang Otsus Bab XVII Pasal 59 Ayat 2 “Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban mencegah dan menanggulangi penyakit-penyakit endemis dan/atau penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup penduduk”.
Papuana Major menyatakan, pasal dan ayat itu sudah sangat jelas, sehingga pemerintah menerjemahkannya dalam bentuk kebijakan dan suatu keputusan.
“Memang mungkin ada pihak yang mengalami kerugian, misalnya para pelaku usaha. Akan tetapi langkah itu harus diambil untuk menyelamatkan masyarakat yang mendiami Papua Barat pada umumnya,” ujar Papuana Major.
Lanjut, kata Papuana Major, Pemprov harus bijak melihat situasi ini, karena sangat mengancam hidup manusia, pada prinsipnya nyawa manusia harus yang menjadi prioritas dalam pengambilan keputusan, sebab, Covid-19 adalah virus yang dengan mudah menular lewat kontak sosial atau interaksi sosial dan perilaku ini sangat erat dengan pola hidup orang Papua, yaitu bersalaman tangan hingga pelukan.
Papuana Major menilai, dengan menutup akses atau membatasi mobilitas masyarakat masuk dan keluar Papua, dapat memantau perkembangan dan mencegah kemungkinan penularan virus dari masyarakat yang berpergian keluar dan masuk ke wilayah Papua Barat.
Gubernur, Forkopimda dan bupati/wali kota se-Papua Barat, sebut Papuana Major, harus segera mengambil langkah pembatasan sosial (social distancing) yang diperluas seperti yang telah di lakukan di Provinsi Papua.
“Karena kesiapan Fasilitas Seperti Rumah sakit-rumah sakit di Papua Barat belum siap secara kapasitas bangunan, tenaga medis, fasilitas dan peralatan, oleh karena itu demi melindungi masyarakat kebijakan tersebut harus segera di ambil sebagai langkah pencegahan penyebaran covid-19 di Papua Barat,” tuturnya.
Tidak hanya itu, dia juga berharap Pemerintah baik Provinsi, kabupaten dan kota se Papua Barat melalui instansi teknis agar melakukan sidak ke tempat-tempat penjualan peralatan medis, seperti, masker, antiseptik, hand sanitaizer dan lain-lain, sebab satu minggu terakhir ini, harganya melambung tinggi.
“Pemerintah juga harus hadir untuk menetralisirkan harga-harga alat penunjang seperti yang dimaksud. Bahkan Pemerintah harus bisa menjamin kesehatan dan keselamatan rakyat lewat bukti nyata, seperti pembagian masker gratis, menyediakan sarana-prasarana di tempat-tempat umum, seperti tempat pencucian tangan dan sebagainya, sehingga ketika ada keperluan mendesak yang mengharuskan masyarakat untuk keluar rumah, mereka tidak merasa panik,” beber Papuana Major.
Dia kemudian mengapresiasi langkah yang di ambil oleh Gubernur Provinsi Papua, menutup sementara Pelabuhan laut dan Udara untuk beberapa waktu, namun sangat disayangkan dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menolak kebijakan Gubernur Papua penutupan akses laut dan darat, seperti diberitakan sejumlah media di Indonesia.
“Saya menilai sikap Mendagri itu merupakan bentuk dari upaya pelemahan tugas pokok dan fungsi dari pemerintah Provinsi Papua dan tentunya statement Mendagri itu adalah bentuk perlawanan terhadap perintah UU,” tambah Papuana Major. (***/ON)