Orideknews.com, MANOKWARI – Kepala Suku Besar Aifat di Manokwari, Paulus Asem, mengatakan untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan yang terjadi di Maybrat. Bupati dan Wakil Bupati harus kembali menjalankan perintahan di Kumurkek sesuai Undang-Undang Nomor 13 tahun 2009 tentang Ibu Kota Maybrat.
Hal tersebut dikatakannya menyikapi dinamika pemindahan Ibu Kota Kabupaten Maybrat dan Kumurkek ke Ayamaru yang menyebabkan gejolak hingga saat ini.
Menurutnya, pembentukan Kabupaten Maybrat adalah perjuangan masyarakat Aifat yang di dorong oleh Komunitas Gereja dan di keluarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2009 itu dan Konflik berkepanjang yang terus terjadi di Maybrat itu bisa terselesaikan apabila Ibu Kota di kembalikan ke Kumurkek.
“Kami juga menilai pemindahan Ibu Kota yang di lakukan Bupati Bernard Sagrim dari Distrik Kumurkek ke Ayamaru tidak sesuai aspek historis dan tidak melalui musyawara dengan masyarakat Maybrat secara keseluruhan,”kata Kepala Suku Besar Aifat di Manokwari, Paulus Asem dalam kepada wartawan saat melaksanakan jumpa pers, Jumat (25/05/2018).
lanjut, katanya, pemindahan Ibu Kota ini dilakukan atas keinginan Bupati dan segilintir orang yang mengatasnamakan masyarakat Maybrat secara keseluruhan, dan hal itu bertentangan dengan sejarah pembentukan Kabupaten Maybrat.
Dijelaskan Paulus Asem, bahwa pembentukan Maybrat merupakan perjuangan masyarakat Aifat yang didorong oleh Komunitas Gereja. Kemudian mendapat tanggapan dan dikeluarkan Undang Nomor 13 Tahun 2009 tentang pembentukan Daerah Otonomi Baru di Provinsi Papua Barat.
Dirinya, berharap agar Tim Renkonsiliasi dan Gubernur Pronvinsi Papua Barat untuk dapat meninjau keputusan MK dan mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik di Kabupaten Maybrat, seraya mengatakan rencanya, Sabtu (26/05/2018) tim rekonsiliasi akan menyampaikan hasil keputusan di Gedung PKK Provinsi Papua Barat.
“Tim Rekonsialiasi harus memutuskan hasil secara arif dan bijaksana, karena jika tidak dipertimbangkan maka akan memicu konflik yang lebih besar terjadi di Kabupaten Maybrat,”ungkap Paulus Asem.
Sementara, Ketua Ikatan Mahasiswa Aifat, Antonius Kosamah menambahkan bahwa UU nomor 13 tahun 2009, tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat Pasal 7, menyebutkan Ibu Kota Kabupaten Maybrat berkedudukan di Kumurkek Distrik Aifat Kabupaten Maybrat.
Namun, katanya, digugat oleh Bupati Kabupaten Maybrat, pada tahun 2011 ke Mahkama Konstitusi (MK) agar dipindahakan ke Distrik Ayamaru tetapi hal gugatan tersebut tidak dikabulkan oleh MK sehingga keluar keputusan MK nomor 18 tahun 2011.
“Gugatan kedua tahun 2013, putusan MK nomor 66 tahun 2013 tentang pemindahan Ibu kota dari Kumurkek ke Ayamaru yang pada prinsipnya tidak sesuai dengan aspirasi awal masyarakat,”kata dia.
Untuk itu, dirinya berharap agar Gubernur Provinsi Papua Barat meninjau persoalan yang terjadi di Kabupaten Maybrat dan memberikan rekomendasi kepada Mendagri agar ditinjau kembali keputusan MK yang dinilai tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.(FRE/ON).