Oridek News

Studi LP3BH Manokwari, CIA Terlibat Merancang Peralihan Kuasa Administratif di Tanah Papua

Peta Papua. Sumber: https://www.google.com/maps/place/Papua

Oleh: Yan Christian Warinussy, SH

Dari studi terhadap berbagai dokumen sejarah yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, diperoleh informasi bahwa sesungguhnya Dinas Rahasia Amerika Serikat yaitu Central Investigation Agency (CIA) “terlibat” dalam merancang “peralihan kuasa administratif” di tanah Papua tahun 1963. Yaitu dari Pemerintahan Sementara Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), United Nations Temporary Executive Administration (UNTEA) kepada Pemerintah Indonesia.

Hal itu ditulis di oleh Greg Poulgrain di dalam buku Bayang Bayang Intervensi, Perang Siasat John F.Kennedy dan Allen Dulles atas Sukarno. Hal itu tergambar di dalaman 228 buku tersebut, “Michael Rockefeller, anak laki-laki Gubernur kota New York, Nelson Rockefeller, yang berumur 23 tahun, hilang di wilayah pantai di selatan Papua pada tanggal 18 November 1961, ketika sedang mengumpulkan artefak untuk museum Bapaknya.

Presiden Kennedy kemudian memberi komentar tentang betapa gila terlibat ‘perang di negara kanibal’, ia sedang merujuk pada peristiwa Rockefeller. Ketika itu, media di seluruh dunia menulis bahwa orang-orang Kanibal di Irian Barat (kini tanah Papua) sudah memakan Michael Rockefeller, ‘memakan dagingnya di pantai dengan sagu’.

Padahal dari riset Poulgrain dan telah bertemu salah seorang saksi mata yang bersama saat Rockefeller muda hanyut di laut Pantai Selatan Papua ketika itu. Rupanya Michael Rockefeller telah mengambil keputusan fatal dengan berenang meninggalkan perahu rakitnya bersama saksi berkebangsaan Belanda tersebut.

Diduga keras, Rockefeller muda “mati tenggelam” di laut pantai Selatan Papua.  Sayangnya berita media cetak di dunia ketika itu justru menekankan bahwa Rockefeller muda mati terbunuh oleh suku-suku asli di Selatan Papua yang kanibal. Bahkan tuduhan sadis bahwa sang ahli waris “takhta Raja Minyak” Rockefeller tersebut dibunuh dan dagingnya dimakan dengan sagu oleh bangsa kanibal di Selatan Papua.

Celakanya, seperti ditulis Poulgrain kemudian bahwa kematian Rockefeller muda itu menjadi ‘alat politik’ untuk menyangkal hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua di Tanah airnya sendiri sejak akhir 1961 tersebut.

Sebagai seorang Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM), saya cenderung setuju dengan catatan riset Poulgrai atas 2 (dua) alasan, pertama karena tidak pernah ada investigasi kriminal yang dilakukan oleh baik pemerintah Amerika Serikat maupun Kepolisian RI dan atau pemerintah Federal Australia atas kasus “hilangnya” Rockefeller muda di pantai Selatan Australia 18 November 1961 tersebut.

Kedua, hingga hari ini belum pernah ada keterangan resmi, termasuk dari keluarga Rockefeller sendiri maupun Pemerintah Amerika Serikat mengenai keberadaan Buku Harian Rockefeller muda yang sesungguhnya utuh di dalam sebuah tas tahan air yang berada di dalam kapal rakit yang terbalik saat itu.

Dengan demikian menurut pandangan saya sesungguhnya ada pelanggaran serius yang sistematis terhadap pemenuhan hak-hak politik rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai diatur dalam Piagam PBB. Hanya lantaran kasus kematian misterius Michael Rockefeller, sang ahli waris perusahaan minyak raksasa Standard Oil.

Yang dibumbui berita “miring” oleh mass media cetak di dunia kala itu dengan tuduhan tidak berdasar hukum karena budaya kanibalisme orang Papua. Yang kemudian menjadi tragedi tetap hingga hari ini bagi rakyat Papua.

Hal mana juga akibat kandungan potensi Sumber Daya Alam (SDA) Papua baik mineral maupun minyak bumi dan gas alam serta hutan yang telah menjadi incaran banyak pihak di dunia ketika itu. Termasuk di dalamnya pemilik perusahaan minyak raksasa Amerika Serikat bernama Standard Oil yang dimiliki keluarga besar Rockefeller ketika itu. (***)

Penulis merupakan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan

Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari